Tata Surya terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, dan planet asal kita terbentuk dari cakram gas dan debu yang berputar jutaan kilometer jauhnya dari bintang terdekatnya. Namun, tanda-tanda pertama kehidupan mikroba baru muncul di Bumi sekitar 3,5 miliar tahun yang lalu, membutuhkan sekitar satu miliar tahun untuk berkembang.

lokasi tata surya

Setiap galaksi memiliki jutaan bintang, setiap bintang mungkin memiliki sistem tata surya seperti tata surya kita yang terdiri dari beberapa planet, dan di antara beberapa planet itu mungkin hanya satu atau dua yang layak untuk dihuni manusia. Dengan jumlah galaksi, bintang dan planet sebanyak ini, kita mungkin bertanya-tanya: mengapa ya alam semesta seolah tidak berpenghuni, sunyi senyap, sementara kehidupan di alam semesta ini hanya ada di Bumi saja? Dimana Galaksi kita ini, Bima Sakti, setidaknya memiliki 100 hingga 400 milyar bintang.[1]

Di antara banyaknya bintang yang ada di galaksi kita ini, tentunya terdapat bintang yang mirip dengan Matahari kita.[2] Jika terdapat bintang yang mirip dengan Matahari, tentunya akan terdapat planet yang mirip dengan Bumi (atau setidaknya layak huni). Kalau ada yang planet yang mirip dengan Bumi, seharusnya terdapat peradaban di luar sana.

YouTube video

Kehidupan ekstraterestrial didefinisikan sebagai kehidupan yang tidak berasal dari planet Bumi. Keberadaan kehidupan di luar planet ini masih sebatas hipotesis dan perkiraan-perkiraan mengenai kehidupan tersebut masih terus dicetuskan. Stephen Hawking dan Carl Sagan berpendapat bahwa tidak mungkin kehidupan hanya ada di Bumi saja.[3]

Persamaan Drake, peluang ditemukannya perdaban alien

Persamaan Drake dipopulerkan oleh fisikawan Carl Sagan dalam mini seri Cosmos. Persamaan Drake biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah kehidupan ekstraterestrial di alam semesta.

Sejak formulasi Dr Frank Drake tentang “Persamaan Drake” ditemukan pada 1961[4], pemahaman kita mengenai pembentukan bintang dan sistem planet telah membaik. Kini, disenjatai dengan data baru yang lebih baik tentang sejarah pembentukan bintang di galaksi dan karakteristik planet di luar tata surya, tim peneliti dapat menghitung jumlah peradaban cerdas yang ada. Membaginya dengan ‘kriteria lemah’ (usia sistem bintang yang lebih dari 5 miliar tahun dan memiliki tingkat logam yang rendah) dan ‘kriteria kuat’ (memiliki sistem bintang berusia antara 4,5 dan 5,5 miliar tahun serta tingkat logam tinggi).

Sesuai namanya, persamaan ini dicetuskan oleh Dr. Frank Donald Drake. Persamaan Drake adalah persamaan matematis yang bersifat probabilitas dan digunakan untuk memperkirakan jumlah peradaban di galaksi Bima Sakti ini.

Bentuk persamaan Drake yaitu:

N = R*fpneffifc • L

Dimana :

  • N = jumlah peradaban yang dapat dihubungi di galaksi kita
  • R* = tingkat rata-rata pembentukan bintang per tahun di galaksi kita
  • fp = pecahan bintang-bintang tersebut yang punya planet
  • ne = jumlah rata-rata planet yang dapat mendukung kehidupan per bintang yang punya planet
  • f = pecahan planet yang bisa mengembangkan kehidupan
  • fi = pecahan planet yang bisa mengembangkan kehidupan cerdas
  • fc = pecahan peradaban yang telah mengembangkan teknologi untuk mengirim tanda ke luar angkasa
  • L = lama waktu yang diperlukan peradaban untuk mengirim tanda ke angkasa.[4]
persamaan drake

Kami menemukan bahwa kemungkinan paling sedikit, yang kami gambarkan sebagai batas Strong Copernican Astrobiological, bahwa minimal ada 36 peradaban yang berkomunikasi di galaksi saat ini, dengan asumsi umur rata-rata peradaban ini adalah 100 tahun.

We find that in the most limited case, which we describe as the Strong Copernican Astrobiological limit, that there should be a minimum of 36 communicating civilizations in the galaxy today, assuming the average lifespan of these civilizations is 100 years.

https://iopscience.iop.org/article/10.3847/1538-4357/ab8225

Penelitian terbaru dari Westby, et al pada tahun 2020, mereka berkesimpulan setidaknya terdapat 36 peradaban makhluk asing cerdas di galaksi Bima Sakti ini (termasuk di dalamnya manusia di Bumi).[5] Sementara itu, untuk bentuk kehidupan makhluk asing yang kurang cerdas (seperti hewan, protozoa dan tumbuhan), menurut penurunan dari persamaan Drake, terdapat antara 200 – 1000 makhluk asing kurang cerdas di luar sana.[4]

Skala Kardashev, mengukur kemajuan suatu peradaban

Ketika berbicara tentang sudah majukah peradaban manusia saat ini? Jika memang sudah maju, maka berapa nilanya? Maka terdapat metode kuantitatif untuk mengukurnya yang disebut dengan skala Kardashev. Dibuat pada tahun 1964, skala Kardashev bertujuan untuk mengukur tingkat kemajuan peradaban manusia yang didasarkan pada cara manusia menghasilkan energi. Dirumuskan dalam 3 tahapan, Nikolai Kardashev (ilmuan astrofisika Rusia terkemuka) menggolongkannya menjadi tahap 1, tahap 2, dan tahap 3.[6]

YouTube video

Skala Kardashev adalah metode untuk mengukur kemajuan teknologi suatu peradaban. Pengukuran ini digagas oleh astronom Uni Soviet Nikolai Kardashev pada tahun 1964. Dalam skala Kardashev, terdapat tiga pengelompokan, yaitu Tipe I, II, dan III. Pengelompokan tersebut didasarkan pada penggunaan energi suatu peradaban.

Sesuai namanya, skala ini dicetuskan oleh seorang kosmonot Rusia bernama Nikolai Kardashev. Menurut beliau, peradaban makhluk hidup di alam semesta ini secara umum terbagi menjadi tiga tingkatan atau tiga tipe, yaitu:

Skala Kardashev tipe I peradaban planetary:

Peradaban Tipe I adalah peradaban yang menggunakan sumber daya alam di planetnya sebagai sumber energi, seperti batu bara, gas alam, angin, uranium (untuk tenaga nuklir), hidrogen (untuk tenaga fusi nuklir) dll. 

Peradaban tipe I ini mampu memanfaatkan 100% energi dari bintang terdekat yang sampai ke planet tersebut alias mampu memanfaatkan 100% energi dari sinar matahari yang diserap bumi. Untuk kasus di bumi, agar mencapai peradaban tipe I ini umat manusia harus mampu memanfaatkan sepenuhnya energi bersih terbarukan yang tidak merusak dan mencemari bumi, seperti menggunakan energi fusi, energi sinar matahari, energi angin, energi fotosistesis, dll.

Baca Juga:  Apa itu lubang hitam (black hole)
Skala Kardashev peradaban tipe 1

Menurut Carl Sagan, peradaban manusia berada di tipe “0,72” (Berdasarkan komsumsi energi dunia tahun 2012). Jika manusia dapat membuat pembangkit listrik tenaga fusi nuklir, maka peradaban manusia menjadi perdaban tipe I yang sesungguhnya. Untuk menuju ke skala kardashev tipe I diperkirakan perlu waktu sekitar 100 – 200 tahun lagi bagi peradaban manusia (dengan catatan umat manusia mampu menambah konsumsi energinya 3% per tahun). Menurut Kardashev sebuah peradaban yang berada pada tipe ini ditandai dengan kemampuan manusia untuk mengendalikan pangan global, letusan gunung berapi, gempa dan juga mengendalikan cuaca.

Konsumsi energi peradaban tipe 1 berada di kisaran 10^17 watt setiap tahunnya. Sementara, total penggunaan energi manusia di Bumi saat ini sekitar 2 x 10^13 watt setiap tahunnya.

Berikut adalah beberapa teknologi peradaban Tipe 1:

  • Pemanfaatan reaktor nuklir Fusi pada skala besar dengan bahan bakar Deuterium dari air laut di Bumi yang begitu melimpah
  • Pemanfaat energi cahaya matahari menggunakan mega struktur solar panel array baik di permukaan bumi maupun mengorbit bumi pada ketinggian Low Earth Orbit, lalu energi yang terkumpul akan ditransmisikan ke bumi dalam bentuk gelombang microwave.

Skala Kardashev Tipe II Peradaban bintang / stellar :

Peradaban Tipe II yaitu peradaban yang menuai energi dari bintang induk mereka. Bagaimana Caranya mungkin masih gelap untuk manusia, tapi seseorang bernama Freeman Dyson dengan berani membuat hipotesis, kalau peradaban tersebut membuat kubah segede gaban yang menutupi bintang, lalu mengubah radiasi panas dari bintang itu menjadi energi. Kubah ini dinamakan Dyson Sphere. Bola Dyson atau Dyson Sphere, yaitu sebuah megastruktur yang berguna untuk menangkap energi matahari.[7]

YouTube video

Jika peradaban manusia sudah berada pada level ini maka manusia akan menjalani hidup antar planet . Dalam kehidupan antar planet ini artinya bolak balik Bumi ke Mars menjadi kegiatan sehari hari.

Skala Kardashev tipe III, Peradaban Galaksi:

Pada level ini, manusia bisa mengontrol energi pada area seluas galaksi dimana mereka tinggal, begitu galaksi satelit di sekitarnya. Ini adalah peradaban Star Wars dan Star Trek. Manusia sudah menguasai interstellar transport system dengan lebih efisien menggunakan Warp drive yang sudah mature, maupun menggunakan fase awal teknologi worm hole.

Skala Kardashev peradaban tipe 3

Output energi peradaban level ini berada di kisaran 4x 10^37 watt. Sebagian besar wilayah galaksi sudah manusia petakan, dan dibangun banyak koloni koloni besar. Sistem pemerintahan, ekonomi dan politiknya mungkin akan sangat berbeda dengan yang kita kenal mengingat betapa luasnya wilayah galaksi. Bahkan sistem komunikasinya pun nampaknya sudah memanfaatkan quantum entanglement supaya mereka bisa berkomunikasi secara instan dikarenakan besarnya jarak yang bahkan gelombang elektromagnetik pun butuh waktu ratusan ribu tahun menempuh jarak dari ujung ke ujung di galaksi tersebut.

Pada level ini, manusia sudah menguasai metode untuk memanen energi dari super massif black hole di pusat galaksi, bahkan mereka bisa memanen energi dari gamma ray burst maupun supernova. Untuk mencapai peradaban level ini, setidaknya manusia butuh 100 ribu – 1 juta tahun kedepan.

Mulai dari peradaban tipe II ini memang cuman sebatas hipotesa doang, tapi kalolah kita anggap secara logis rentang waktu sebuah peradaban alien tipe II lompat dari satu sistem tata surya ke sistem laen adalah 500 tahun maka kurang lebih dalam 3.5 milyar tahun harusnya mereka udah nguasain seisi galaxy.

Kardashev hanya membuat klasifikasi peradaban sampai level 3 saja. Namun beberapa ahli menambahkan level berikutnya, yakni:

Skala Kardashev tipe IV – peradaban antar galaxi

Peradaban tipe IV adalah peradaban yang mampu memanfaatkan energi dari galaksi lain atau bisa dibilang peradaban ini adalah peradaban Antar galaksi

Skala Kardashev tipe IV – peradaban antar galaxi bisa dicapai dengan cara:

  • Pemanfaatan Energi Gelap dan Materi Gelap
  • Pemanfaatan Dark Whormhole
  • Pemanfaatan Hibernasi Tingkat Lanjut
  • Pemanfaatan Energi dan materi yg mengelilingi Black hole
  • Pemanfaatan Gelombang Gravitasi
  • Pemanfaatan Fisika kuantum tingkat lanjut

Skala Kardashev tipe V – peradaban semesta

Manusia sudah bisa menjangkau hampir keseluruhan 2 trilyun galaksi pada semesta terobservasi. Koloni sudah terbentuk di seluruh galaksi, dan mereka sudah menguasai teknik memanipulasi dark matter serta dark energy. Perjalanan antar galaksi nampaknya sudah menggunakan metode lain yang lebih efektif. Mungkin kombinasi wormhole – white hole dan lubang hitam.

Skala Kardashev tipe VI – peradaban multiverse:

Pada level ini, mereka sudah bisa mengakses semesta lain, baik itu multiverse level I, II, III dan IV. Perjalanan antar semesta sudah lumrah di level ini. Mereka bisa keluar masuk lubang hitam dengan mudah. Pada level ini, bisa jadi mereka sudah meninggalkan konsep tubuh berbasis senyawa organik. Kesadaran mereka sudah bertransformasi menjadi hyper consciousness yang mereka upload ke dalam ruang waktu pada skala planck. Mereka sudah mencapai immortality pada level ini.

Skala Kardashev tipe VII – peradaban antar semesta (multiverse):

Pada level ini, manusia sudah bisa memanipulasi keseluruhan alam semesta paralel, termasuk ruang dan waktu itu sendiri. Manusia mungkin sudah keluar dari dimensi ruang – waktu yang kita kenal, bisa jadi mereka tinggal di phase dimension diluar 4 dimensi ruang waktu dimana semesta semesta berada. Mereka dengan mudahnya bisa menciptakan semesta dan menghancurkannya semudah kita menciptakan gedung bertingkat dan merobohkannya. Contoh God Like civilization adalah karakter Q continuum di serial Star Trek. Mereka dengan mudahnya memanipulasi ruang waktu, materi dan juga energi. Bisa jadi sudah ada peradaban yang mencapai level ini, dan karena bosan mereka mempermainkan peradaban dibawahnya, termasuk kita.

Baca Juga:  Wawancara Michio Kaku: Peradaban Alien Cerdas Yang Maju

Skala Kardashev tipe VIII – God Like civilization:

Bahkan dalam tahun-tahun belakangan skala Kardashev ini terus berlanjut hingga skala yang tak diketahui, karena rentetan semesta lainnya. Karena setelah xenosemesta masih ada megasemesta, gigasemesta, terasemesta, dan seterusnya. Hingga akhirnya mencapai skala yang disebut “Type Ultimate Civization” alias peradaban tertinggi terakhir,
pada skala “Type Ultimate Civization” ini peradabannya udah mencapai titik omnipotent (maha segalanya) dan mampu mengendalikan apa saja dan dimana saja serta abadi. Mungkin sudah seperti peradaban Tuhan saja yang tidak lagi memiliki batasan dan mampu menciptakan maupun menghancurkan semesta semaunya.

Para ilmuwan modern sendiri sebenarnya masih berdebat tentang Skala Kardashev ini ada yang sampai tipe 8 ada yang hanya sampai tipe 7 bahkan ada yang hanya sampai tipe 6 atau 5 saja, ada yang memasukan tipe 0 ada yang tidak memasukan tipe 0. Meskipun demikian, Skala Kardashev yang dibuat oleh Nikolai Kardashev ini sudah membuka cakrawala baru pemikiran manusia tentang masih jauhnya perjalanan peradaban manusia.

Mulai dari peradaban tipe II ini memang hanya sebatas hipotesa saja, Meski demikian, jika kita anggap secara logis rentang waktu sebuah peradaban alien tipe II melompat dari satu sistem tata surya ke sistem lain selama 500 tahun, maka kurang lebih dalam 3,5 milyar tahun seharusnya mereka sudah dapat menguasai seisi galaksi.

Kritik yang muncul, adalah bahwa kita tidak dapat memahami peradaban yang lebih maju. Kita tak mampu memperkirakan perilaku mereka, sehingga penggambaran Kardashev mungkin tidak menunjukkan apa yang sebenarnya akan terjadi pada peradaban maju pada masa depan. Argumen ini dapat ditemui dalam buku Evolving the Alien: The Science of Extraterrestrial Life.[8]

Paradoks Fermi, alasan manusia belum bertemu alien

Jika peradaban alien intelek di galaksi bima sakti ini survive cukup lama sampe masuk ke peradaban kategori III. Bagaimanapun, biar sedikit pastilah kita orang pinggiran galaksi (tata surya kita memang posisinya berada di pinggiran galaksi bima sakti) ini mendeteksi atau paling tidak merasakan kehadiran alien.

Tapi nyatanya, manusia tidak pernah betemu alien, tidak pernah mendengar apapun dari luar angkasa, dan tidak pernah dikunjungi alien. Hal ini lah yang dinamakan “The Fermi Paradox” atau bisa juga disebut silent universe yg sejak lama membuat bingung para ilmuwan. Paradoks Fermi adalah kontradiksi antara perkiraan kemungkinan keberadaan peradaban ekstraterestrial yang tinggi dengan kurangnya bukti atau hubungan dengan peradaban semacam itu.

Sederhananya, kita percaya bahwa alien itu ada, tapi kita juga meragukan keberadaan alien karena tak bisa membuktikannya. Untuk menjawabnya, pertama-tama harus dicermati terlebih dahulu bahwa “Paradoks Fermi” memiliki tiga landasan argumen, yaitu:

Landasan Paradox Fermi

  • Pertama, berdasarkan diagram Hertzsprung–Russell (sebuah teorema dalam astronomi yang ditemukan Ejnar Hertzsprung dan Henry Norris Russell mengenai penciptaan bintang), ada miliaran bintang di galaksi yang strukturnya mirip dengan matahari. Banyak dari bintang-bintang ini yang miliaran tahun lebih tua dari tata surya.[9]
  • Kedua, berdasarkan kalkulasi yang dilakukan para ilmuwan hingga mendekati probabilitas tinggi, beberapa bintang disebut memiliki kemiripan dengan bumi. Jika hal ini benar sepenuhnya, maka diasumsikan bahwa memang ada mahluk lain yang telah mengembangkan peradaban yang jauh lebih cerdas.[10]
  • Ketiga, salah satu asumsi mengenai bentuk kemajuan peradaban yang dimiliki “mahluk cerdas” tersebut adalah mampu menempuh penjelajahan antar bintang (interstellar travel), yang masih belum bisa dilakukan oleh mahluk bumi.[11]

Gagasan mengenai perjalanan antar-bintang sejatinya sudah muncul sejak jaman lampau dalam berbagai kisah fiksi. Namun, kajian matematis mengenai hal tersebut baru berhasil dilakukan pada 1952 oleh Leslie Robert Shepherd, seorang fisikawan yang juga pionir diskursus astronautika dari British Interplanetary Society.

Kajian Shepherd menjadi landasan teoritik Proyek Daedalus (973-1978) dan Proyek Icarus (2009)[12]. Dua proyek ambisius yang fokus pada penjelajahan antar bintang ini juga dikembangkan oleh British Interplanetary Society.

Fermi sendiri pada dasarnya tidak percaya jika penjelajahan antar-bintang dapat dilakukan. Skeptisisme Fermi cukup beralasan jika melihat konteks zaman itu. Saat itu belum ada roket yang menembus orbit, apalagi mencapai planet atau bintang lain. Namun, Fermi tetap mengembangkan pertanyaannya: “Jika memang benar-benar ada kehidupan lain yang lebih canggih di luar bumi, di mana mereka semua? Kenapa tak satupun yang menemui manusia?”

Membuktikan keberadaan alien, jawaban sementara untuk Fermi paradox

Dalam perjalanannya, Fermi juga melakukan perhitungan kasar guna mendukung argumennya. Hingga akhirnya seorang ilmuwan astrofisika bernama Michael Hart melakukan upaya yang lebih serius dalam perhitungannya untuk bisa menjawab pertanyaan mengenai keberdaan alien. Hart meyakini dalam kajiannya tahun 1975 bahwa tidak ada bentuk kehidupan yang lebih cerdas daripada manusia[13]. Kalaupun memang ada dan mereka mengunjungi bumi, hal itu hanya dapat terjadi apabila mereka melakukan perjalananna kurang dari 2 juta tahun yang lalu.

Baca Juga:  Paradox Fermi, Jawaban Pertanyaan Kenapa Bumi Tidak Dikunjungi Alien

Hart menguraikan kajiannya mengenai “Paradoks Fermi” menjadi 4 bagian argumen, yaitu:

  1. Alien melakukan perjalanan menuju Bumi dikarenakan mengalami kendala seperti permasalahan astronomi, biologi, serta peralatan mekanis yang mendukung untuk melakukan perjalanan tersebut.
  2. Alien memang tidak melakukan perjalanan ke Bumi
  3. Alien baru memulai peradaban majunya, sehingga terlalu dini bagi mereka untuk mulai mengeksplorasi alam semesta dengan menuju Bumi.
  4. Alien memang pernah mengunjungi Bumu dimasa lalu ketika peradaban manusia belum ada

Merujuk pada tingkat peradaban Skala Kardashev, Bumi yang telah berusia 4,5 miliar tahun berada pada peradaban I. oleh karena itu, jika ada kemungkinan 0,1% saja terdapat peradaban selain tipe I di luar sana dan katakanlah telah berumur 2 kali umur Bumi, maka besar kemungkinan saat ini telah terjadi kolonisasi antar galaksi[14].

Kenyataannya hingga saat ini tentu tidak demikian. Dalam hipotesis “The Great Filter”[15], dijelaskan bahwa kehidupan-kehidupan lain ini tidak mampu berevolusi dikarenkan bencana alam seperti supernova, meteor jatuh, gunung meletus dan sebagainya. Sedangkan manusia cukup beruntung untuk bisa melewati hal tersebut dan berevolusi menjadi makhluk cerdas. Sederhananya, menurut hipotesis tersebut hanya manusia yang merupakan makhluk cerdas di jagat raya.

Gambar The Great Filter, Sumber: pinterest.com

Kemudian, merujuk pada hipotesis-hipotesis yang telah berkembang, dimanakah sebenarnya posisi kita?
Hingga saat ini posisi manusia sebagai makhluk cerdas di alam semesta masih belum jelas. Dimana hal tersebut menimbulkan berbagai macam kemungkinan-kemungkinan yang terus dapat digali.

  • Kemungkinan pertama, manusia merupakan satu-satunya anomali yang berhasil melewati “The Great Filter”.
  • Kemungkinan kedua, manusia merupakan makhluk cerdas pertama yang berhasil melewati “The Great Filter dan makhluk cerdas lainnya masih mengekor di belakang manusia.
  • Kemungkinan ketiga, tidak ada yang namanya “The Great Filter” dan manusia merupakan makhluk cerdas pertama di alam semesta.
  • Kemungkinan keempat, sebenarnya manusia belum melewati apa yang disebut dengan “The Great Filter”.

Usaha pencarian peradaban alien cerdas

Apakah selesai sampai disini? Tentu saja tidak.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh YouGov, sebanyak 58 persen warga Amerika, Inggris, dan Jerman masih percaya bahwa Alien yang dituding berakal cerdas itu memang ada. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang masih menaruh harapan akan adanya sebuah kehidupan yang sedang berlangsung di planet lain.[16]

Upaya pencarian peradaban alien cerdas dimulai tidak lama setelah munculnya radio pada tahun 1900-an. Indikasi-indikasi awal yang dijadikan petunjuk adalah dengan pemantauan radiasi elektromagnetik untuk tanda-tanda transmisi dari peradaban di dunia lain.[17]

Selain pencarian dengan cara mendeteksi transmisi yang masuk, pengiriman pesan ke berbagai bintang di jagad semesta raya sebagai upaya pencarian juga telah dilakukan. Tercatat ada sepuluh proyek pengiriman pesan luar angkasa yang sudah terealisasi sejak tahun 1962 seperti The Morse Message (1962)[18], Arecibo message (1974), Cosmic Call 1 (1999), Ten Age Message (2001), Cosmic Call 2 (2003), A Message From Earth (2008), Across the Universe (2008), Hello From Earth (2009), Wow! Reply (2012) dan Lone Signal (2013)[19].

Pada Juni 2018, tiga orang ilmuwan dari Future of Humanity Institute (FHI) di Universitas Oxford, Anders Sandberg, Eric Drexler, and Toby Ord, mengeluarkan sebuah makalah yang berjudul “Dissolving The Fermi Paradox”[20]. Dengan melacak distribusi probabilitas dalam parameter “Persamaan Drake” berdasarkan variasi dan perkiraan historis, secara garis besar makalah tersebut menyimpulkan terdapat 50% peluang kehidupan lain di luar sana, dan karena itu, manusia bukan satu-satunya mahluk tercerdas di alam semesta.

Belum lama ini, NASA menemukan sebuah eksoplanet mirip bumi berjarak 1400 tahun cahaya yang dinamakan Kepler425B[21]. Para ilmuwan NASA meyatakan bahwa ada 11 miliar planet di galaksi Bima Sakti yang meyerupai Bumi dan 8,8 diantaranya merupakan zona yang memiliki kondisi memunkinkan untuk makhluk dapat hidup. Zona ini dinamakan “Goldilocks Zone”[22].

Akan tetapi, yang jauh lebih penting bagi manusia bukan menjawab ada atau tidak adanya alien, melainkan bagaimana menghadapi risiko kepunahan peradaban manusia yang akan terjadi dalam waktu dekat.

Referensi:
  1. Frommert, H.; Kronberg, C. (August 25, 2005). “The Milky Way Galaxy”[]
  2. Fowler, A. (1891–2). “The Draper Catalogue of Stellar Spectra”. Nature45: 427–8. []
  3. https://www.theguardian.com/science/2016/sep/23/stephen-hawking-warns-against-seeking-out-aliens-in-new-film[]
  4. https://www.pbs.org/wgbh/nova/origins/drake.html[][][]
  5. https://iopscience.iop.org/article/10.3847/1538-4357/ab8225[]
  6. Zubrin, Robert, 1999, Entering Space — Creating a Spacefaring Civilization[]
  7. Kaku, Michio (2010). “The Physics of Interstellar Travel: To one day, reach the stars”[]
  8. Jack Cohen and Ian Stewart: Evolving the Alien: The Science of Extraterrestrial Life, Ebury Press, 2002[]
  9. http://www.astronomynotes.com/starprop/s13.htm[]
  10. https://www.nature.com/articles/nature11121#ref10[]
  11. https://www.bis-space.com/what-we-do/advocacy/interstellar-travel[]
  12. http://www.icarusinterstellar.org/[]
  13. http://adsabs.harvard.edu/full/1975QJRAS..16..128H[]
  14. https://www.huffpost.com/entry/the-fermi-paradox_b_5489415[]
  15. https://www.webcitation.org/5n7VYJBUd?url=http://hanson.gmu.edu/greatfilter.html[]
  16. https://yougov.co.uk/topics/lifestyle/articles-reports/2015/09/24/you-are-not-alone-most-people-believe-aliens-exist[]
  17. Seifer, Marc J. (1996). “Martian Fever (1895–1896)”. Wizard : the life and times of Nikola Tesla: biography of a genius. Secaucus, New Jersey: Carol Pub.[]
  18. http://www.cplire.ru/html/ra&sr/irm/MIR-LENIN-SSSR.html[]
  19. Gohring, Nancy (June 17, 2013). “Lone Signal aims to send “hello!” tweets to extraterrestrials”[]
  20. https://arxiv.org/pdf/1806.02404.pdf[]
  21. https://www.nytimes.com/2015/07/24/science/space/kepler-data-reveals-what-might-be-best-goldilocks-planet-yet.html?module=inline.[]
  22. https://www.abc.net.au/news/science/2016-02-22/goldilocks-zones-habitable-zone-astrobiology-exoplanets/6907836[]