Hormon oksitosin dikenal dengan perannya dalam sistem reproduksi wanita serta proses kelahiran dan menyusui. Namun, hormon yang juga dikenal sebagai hormon cinta ini ternyata memiliki peran yang jauh lebih kompleks.

Pada tubuh manusia, hormon oksitosin dihasilkan di bagian hipotalamus pada otak dan dikeluarkan melalui kelenjar pituitari yang terletak di bawahnya. Oksitosin sering disebut sebagai hormon cinta karena berkaitan dengan perasaan cinta, kasih sayang, emosi yang baik, dan keterikatan antarmanusia. Meski identik dengan wanita, hormon ini rupanya juga dimiliki oleh pria.

Apa itu oksitosin?

Oksitosin adalah hormon dan neurotransmitter yang memiliki peran penting dalam reproduksi dan hubungan percintaan. Hormon ini dihasilkan oleh hipotalamus di otak.[1] Setelah dihasilkan hipotalamus, oksitosin dipindahkan ke kelenjar hipofisis dan dilepaskan oleh kelenjar tersebut.Bersama dopamin dan serotonin, oksitosin disebut juga sebagai hormon kebahagiaan. Hormon ini memang disebutkan berpengaruh terhadap emosi, berperan dalam hubungan percintaan, hubungan seks, hingga hubungan anak dan orangtua.

oksitosin adalah hormon cinta

Hormon oksitosin berada di dalam hipotolamus pada otak. Hormon tersebut dikeluarkan oleh kelenjar pituitari yang terletak di dasar otak. Dalam bidang kimia, oksitosin digolongkan sebagai peptida yang mengandung 9 asam amino. Sementara menurut klasifikasi secara biologi, oksitosin merupakan neuropeptida yang bertindak sebagai hormon dan senyawa organik pengirim sinyal di dalam otak.

Fungsi Hormon Oksitosin

Hormon oksitosin adalah hormon yang berfungsi saat seseorang merasakan jatuh cinta. Tak hanya itu, oksitosin juga berperan dalam organ reproduksi dan saat manusia berhubungan seks.

Peran oksitosin begitu luas dalam memengaruhi tingkah laku dan interaksi manusia, seperti orgasme, kedekatan sosial, dan sikap keibuan. Hormon ini juga berperan dalam proses persalinan dan menyusui. Untuk penjelasan lebih lengkap, mari simak berbagai peran hormon oksitosin berikut ini:

Mempersiapkan kelahiran bayi

Menjelang persalinan, tubuh wanita akan menghasilkan hormon oksitosin untuk merangsang kontraksi rahim. Hormon ini juga meningkatkan produksi prostaglandin, sehingga kontraksi semakin intens dan memengaruhi proses pembukaan. Dalam bidang medis, oksitosin digunakan untuk mengurangi perdarahan setelah persalinan, mengurangi nyeri, hingga terapi tambahan untuk mengatasi depresi.

Karena efek ini, dokter atau bidan terkadang memberikan oksitosin sintetis (pitocin) untuk induksi persalinan. Oksitosin juga mungkin disuntikkan untuk membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan. Seusai persalinan, tubuh wanita akan terus memproduksi oksitosin hingga ukuran rahimnya kembali seperti ukuran semula sebelum hamil.

Memainkan fungsi dalam hubungan seksual

Tak hanya saat jatuh cinta, oksitosin juga berperan ketika manusia berhubungan seks. Dalam hubungan seksual, sentuhan fisik seperti memeluk, mencium, dan menyentuh pasangan akan mendorong pelepasan oksitosin yang berperan dalam proses ereksi dan orgasme. Selain itu, oksitosin juga mendukung pergerakan sperma menuju sel telur.

Baca Juga:  Emosi manusia adalah kerja amigdala dan sistem hormon

Melancarkan ASI

Pada ibu menyusui, oksitosin memicu ‘letdown reflex’, yaitu sensasi geli pada payudara yang membuat ASI mengalir keluar dari puting. Oleh karena itu, hormon oksitosin berperan penting dalam produksi ASI dan proses menyusui. Oksitosin dilepaskan saat sang bayi menempel pada payudara ibunya. Dirilisnya hormon tersebut akan merangsang tubuh untuk mengeluarkan ASI untuk si Kecil.

Berpengaruh terhadap kondisi mental

Oksitosin adalah salah satu senyawa kebahagiaan. Saat hormon ini dilepaskan di bagian tertentu di otak, oksitosin akan memengaruhi perilaku emosional, kognitif, dan sosial. Oksitosin juga dipercaya mengurangi respons stres dan rasa cemas. serta berpengaruh terhadap keseimbangan psikologis, kepercayaan, dan relaksasi.Oksitosin memang dideskripsikan sebagai komponen penting dari sistem neurochemical, dan membuat tubuh bisa menyesuaikan diri pada situasi yang emosional.[2]

Saat bayi mengisap puting ibunya, saraf di payudara ibu akan mengirimkan sinyal ke otak untuk melepaskan oksitosin. Selain untuk merangsang produksi ASI, hormon oksitosin ini juga dapat meredakan stres dan mengurangi rasa cemas pada ibu.

Memperkuat ikatan antara ibu dan bayi

Beberapa studi menunjukkan bahwa hormon oksitosin juga berperan dalam menumbuhkan perasaan cinta dan kasih sayang antara ibu dan bayinya. Studi tersebut menyebutkan bahwa ibu yang memiliki hormon oksitosin lebih tinggi cenderung akan lebih aktif dan cermat merawat bayinya. [3]Hormon oksitosin juga disebut berperan dalam merangsang sentuhan fisik antara ibu dan ayah dengan bayinya, sehingga ikatan antara orang tua dan bayinya menjadi lebih kuat.

Menumbuhkan perasaan tertarik terhadap orang lain

Apa yang terjadi di otak ketika seseorang sedang jatuh cinta terhadap orang lain? Pertanyaan ini memiliki jawaban yang kompleks. Akan tetapi, beberapa riset telah mengungkapkan bahwa ketika seseorang mulai menyukai orang lain, terdapat peningkatan kadar hormon di otaknya. Salah satu hormon tersebut adalah oksitosin.

Oksitosin juga berperan dalam menimbulkan rasa empati dan kesetiaan serta meningkatkan rasa percaya satu sama lain. Hal inilah yang akhirnya berkontribusi terhadap kelanggengan hubungan.

Dampak jumlah hormon oksitosin tidak seimbang

Jumlah hormon oksitosin yang tidak seimbang juga dapat menimbulkan masalah kesehatan. Jumlah hormon oksitosin yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan prostat tumbuh membesar dan membengkak. Meski jinak dan tidak berbahaya, prostat yang membesar ini dapat membuat laki-laki sulit buang air kecil.

Baca Juga:  Hormon dopamin, Alasan Orang Bahagia Dan Kecanduan

Sementara itu, hormon oksitosin yang terlalu rendah akan menghambat refleks pengeluaran ASI pada payudara dan disinyalir berhubungan dengan munculnya gejala depresi. Hubungan antara oksitosin dan gejala depresi belum banyak dibuktikan dalam penelitian. Jadi, temuan ini masih membutuhkan lebih banyak penelitian pendukung.

Ada beberapa riset yang menyebutkan bahwa kelebihan oksitosin pada pria dapat meningkatkan risiko terjadinya pembesaran kelenjar prostat, sedangkan kekurangan hormon oksitosin dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi.[2]

Hormon oksitosin, baik yang dihasilkan secara alami atau sintetis, telah terbukti memiliki banyak peran bagi kesehatan manusia. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut seputar manfaat hormon oksitosin, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter.

Ketika hormon oksitosin diproduksi, maka hal ini akan memengaruhi perilaku kognitif dan emosional Anda. Biasanya, saat oksitosin ini muncul, Anda akan merasa rileks, emosi lebih stabil, dan rasa cemas berkurang. Sebuah penelitian dalam jurnal Psychopharmacology bahkan menemukan bahwa oksitosin dapat menimbulkan sikap percaya, hangat, dan ramah dalam suatu hubungan.[4]

Selain itu, oksitosin adalah komponen kimiawi otak yang membuat Anda dapat beradaptasi dalam situasi yang emosional. Misalnya ketika Anda melakukan aktivitas seksual dengan pasangan. Hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitari ini akan meningkatkan rangsangan seksual dan membuat Anda merasa lebih dekat dengan pasangan saat berhubungan intim.

Uniknya, penelitian sejenis pada tahun 2013 menunjukkan bahwa oksitosin dapat meningkatkan kesetiaan laki-laki kepada pasangannya.[5] Hormon cinta ini meningkatkan aktivasi sistem umpan-balik positif pada otak. Efeknya, persepsi positif laki-laki terhadap penampilan pasangannya kian meningkat sehingga ia beranggapan bahwa pasangannya lebih menarik dibandingkan wanita lain.

Komunikasi yang baik dan efektif tetap memegang peranan penting untuk menjaga hubungan Anda tetap harmonis. Bangunlah hubungan yang sehat dengan saling memberikan perhatian dan rasa menghargai antara satu sama lain. Atasi konflik-konflik yang terjadi dengan baik agar tidak berlarut-larut. Ungkapkan pula rasa terima kasih Anda pada pasangan atas berbagai hal positif yang ia berikan.

Oksitosin adalah faktor biologis yang penting untuk menjaga hangatnya hubungan asmara, tapi hormon cinta bukanlah satu-satunya penentu keharmonisan hubungan Anda dengan pasangan. Ada begitu banyak faktor yang dapat memengaruhinya, dan faktor-faktor ini bisa berbeda-beda pada setiap pasangan.

Baca Juga:  Fungsi payudara dari sudut pandang evolusi

Melalui beragam efeknya, oksitosin membantu membangun ikatan emosional yang kuat antara Anda dan pasangan. Emosi positif yang timbul turut memperkuat ikatan tersebut dan menciptakan koneksi jangka-panjang. Inilah salah satu alasan mengapa pasangan yang telah menghabiskan waktu bersama selama bertahun-tahun bisa tetap langgeng walaupun tidak lagi merasakan luapan cinta seperti kali pertama bertemu.

Bagaimana cara meningkatkan oksitosin secara alami?

Terdapat berbagai cara yang mudah dan dapat dilakukan sehari-hari untuk merasakan bahagia, dan juga meningkatkan rasa empati yang berhubungan dengan interaksi sesama individu lainnya. Berikut adalah beberapa hal yang harus Anda coba:

  1. Beri tahu seseorang bahwa Anda peduli padanya.
  2. Berikan pelukan, atau dapatkanlah sesi pijat untuk diri sendiri.
  3. Berhubungan seksual dengan yang Anda cintai. Pria cenderung akan bisa mendapatkan oksitosin dari terjadinya orgasme lewat hubungan seksual dengan yang orang disayanginya.
  4. Membayangkan kontak fisik dengan yang Anda sayangi.
  5. Mendengarkan secara aktif ketika berbicara dengan orang lain.
  6. Memberikan pujian dan dorongan terhadap orang lain.
  7. Makan bersama orang lain.
  8. Memeluk hewan peliharaan kesayangan.
  9. Berbagi pengalaman yang melibatkan adrenalin tinggi dengan seseorang. Contoh aktivitas yang dapat dilakukan adalah naik roller coaster atau terjun payung bersama. Dengan mengalami sesuatu yang menggembirakan bersama, Anda akan lebih cepat membentuk ikatan akibat aliran okistosin yang dikeluarkan otak setelah melakukan aktivitas yang dirasa berbahaya.
  10. Mendengarkan musik yang menenangkan atau menonton komedi.
  11. Menjadi donor atau sukarelawan.
Referensi:
  1. “Oxytocin antiserum” (PDF). Sigma-Aldrich[]
  2. Matsuzaki M, Matsushita H, Tomizawa K, Matsui H (November 2012). “Oxytocin: a therapeutic target for mental disorders”. The Journal of Physiological Sciences62 (6): 441–44.[][]
  3. Kendrick KM (2004-01-01). “The Neurobiology of Social Bonds”Journal of Neuroendocrinology. British Society for Neuroendocrinology. 16 (12): 1007–08. []
  4. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22012170/[]
  5. https://www.pnas.org/content/110/50/20308#abstract-2[]