Apa yang mendorong maju evolusi otak besar manusia dalam waktu 2 juta tahun itu? Sejujurnya, kita belum tahu.

Faktanya adalah bahwa otak jumbo adalah saluran jumbo dalam tubuh. Tidak mudah untuk membawa-bawa, terutama ketika terbungkus dalam tengkorak yang besar. Bahkan, lebih sulit untuk memberinya energi. Dalam Homo sapiens, otak menyumbang 2 sampai 3 persen total berat tubuh, tetapi mengonsumsi 25 persen energi tubuh ketika tubuh beristirahat. Bandingannya, otak kera hanya butuh 8 persen energi saat istirahat. Manusia-manusia kuno harus menanggung besarnya otak itu untuk dua hal. Pertama, mereka menghabiskan waktu lebih banyak untuk mencari makanan. Kedua, otot-otot mereka mengalami penyusutan.

Layaknya sebuah pemerintahan yang mengalihkan dana dari pertahanan untuk pendidikan, manusia mengalihkan energi dari otot ke otak. Nyaris tak terelakkan untuk menyimpulkan bahwa ini merupakan strategi bagus untuk bertahan di savana. Seekor simpanse tak bisa menang berdebat dengan Homo sapiens, tetapi kera bisa mencabik-cabik manusia seperti boneka butut.

Hari ini besarnya otak berbuah manis karena kita bisa memproduksi mobil dan senjata yang memungkinkan kita bergerak lebih cepat dari simpanse, dan menembak mereka dari jarak aman, ketimbang bergulat. Namun, mobil dan senjata adalah fenomena baru. Selama lebih dari 2 juta tahun, jaringan otak manusia tumbuh dan terus tumbuh, tetapi di luar pisau batu dan tombak, manusia tak punya banyak hal yang bisa diandalkan.

Baca Juga:  Hormon Endorfin, Hormon Bahagia Pereda Rasa Sakit

Satu langkah signifikan dalam jalur menuju puncak itu adalah domestikasi api. Sebagian spesies manusia sudah menggunakan api sejak 800.000 tahun lalu. Sampai dengan masa 300.000 tahun lalu, Homo erectus, Neanderthal dan beberapa pendahulu Homo sapiens, menggunakan api untuk keperluan sehari-hari.

Akan tetapi, manfaat terbaik dari api adalah untuk memasak. Makanan-makanan yang tidak bisa dimakan manusia dalam bentuk alaminya—seperti gandum, padi, dan kentang—menjadi unsur pokok dalam makanan kita berkat pemasakan. Api bukan hanya mengubah sifat kimiwai makanan, melainkan juga sifat- sifat biologisnya. Pemasakan bisa membunuh kuman dan parasit yang menempel di makanan. Manusia juga menjadi jauh lebih mudah untuk mengunyah dan menyantap makanan-makanan favorit sebelumnya seperti buah-buahan, kacang, serangga, dan daging jika dimasak terlebih dulu.

Kalau simpanse butuh waktu lima jam sehari untuk mengunyah makanan mentah, satu jam saja sudah cukup bagi manusia untuk makan masakan yang sudah dimasak.

Kebangkitan memasak memungkinkan manusia makan lebih banyak jenis makanan, dan membutuhkan waktu lebih sedikit untuk makan, dan itu cocok dengan gigi-giginya yang lebih kecil dan usus-ususnya yang lebih pendek. Sebagian ilmuan percaya ada kaitan langsung antara kemunculan memasak, pemendekan usus manusia, dan pertumbuhan otak manusia. Karena usus yang panjang dan otak yang besar mengonsumsi lebih banyak energi, sulit untuk memenuhi kebutuhan keduanya. Dengan pemendekan usus dan berkurangnya konsumsi energi, secara tak sengaja memasak membuka jalan menuju otak jumbo Neanderthal dan Sapiens.