Mitos Air Bah atau Banjir Besar mungkin merupakan yang paling populer dari tiga mitos dasar. Singkatnya, dewa-dewa yang tidak senang tentang umat manusia (untuk alasan yang berbeda dalam versi yang berbeda dari mitos). Jadi mereka ingin menghancurkan umat manusia, tetapi mereka membiarkan mereka ‘utusan’ tahu apa yang akan terjadi: Tuhan akan membawa banjir global sehingga para ‘utusan’ harus mengambil pasangan (pria dan wanita) dari setiap makhluk (hanya yang terbaik spesimen silahkan!), menempatkan mereka naik sebuah kapal yang dia (‘utusan’) harus membangun sesuai dengan pengukuran yang diberikan oleh para dewa, dan mereka semua harus menunggu hujan jatuh, tetap di papan sepanjang banjir, dan turun ketika air surut sehingga akan ada tanah lagi untuk menetap di. Dengan memilih beberapa setiap makhluk ‘utusan’ memastikan bahwa yang terbaik dari semua selamat dari banjir / banjir, yang merupakan murka para dewa.

Anda semua tahu itu, bukan ? Sang ‘utusan’ tersebut adalah Nuh tentu saja! Dan kapalnya disebut ‘Bahtera’. Kita diberitahu bahwa ada 250 riwayat yang berbeda tentang banjir di seluruh dunia. Dan tampaknya kita memiliki lebih dari satu Nuh! Dalam kisah banjir besar versi Polinesia nama pahlawannya  adalah …. coba tebak! Noa tentu saja (suatu kemiripan nama yang unik).  Jadi yang versi yang mana yang asli? Siap yang dapat cerita dari siapa? Banjir yang mana yang ditulis dalam kitab tersebut? Kitab Veda tidak diragukan lagi menceritakan tradisi tertua sejarah umat manusia. Itulah sebabnya mengapa tampak masuk akal untuk menerima kisah yang diceritakan dalam Veda sebagai kisah banjir diwariskan kepada kita. Banjir dalam Veda berlangsung 40 hari. Kata “banjir” dalam bahasa Jerman adalah ‘sintflut‘. Beberapa akademisi mengklaim bahwa kata ini berasal dari ‘Sint’ (berarti “total”) dalam bahasa Jerman Dataran Tinggi Kuno.

religion-noah ark
Sumber Gambar: pixabay.com

Tapi bagaimana dengan koneksi etimologis lain dengan kata ‘Sindh‘ ? Sind adalah nama sungai yang darinya wilayah sub-benua India diberi nama: Indus, yang juga disebut ‘Sindhu‘ di masa lalu. Sungai ini mengalir dari utara ke selatan, dan banjir kadang-kadang meluap memenggenangi daratan seluas 140,000 kilometer persegi provinsi Sindh di Pakistan yang sangat padat penduduknya. Jadi mungkinkah dari sini cerita asli dari air bah. Siapa tahu? 

Jika banjir berskala global memang pernah terjadi, sebagaimana diklaim dalam kitab-kitab berbagai agama, maka kita perlu sedikit kalkulasi matematik  untuk mengetahui berapa banyak air yang dibutuhkan untuk menutupi gunung-gunung sampai ke puncak mereka. Permukaan bumi dikatakan 510 juta kilometer persegi. Jika kita ambil puncak tertinggi sebagai 9 kilometer tingginya, maka perhitungan sederhana memberitahu kita bahwa banjir ukuran yang disebutkan dalam kitab-kitab agama tersebut memerlukan curah hujan sebesar 4.000.600.000.000 meter kubik (empat triliun enam ratus juta). Sungguh tidak mungkin ! Bahkan curah hujan terberat sekalipun hanya dapat menyebabkan kenaikan air setinggi hanya 800 meter di atas permukaan laut. Jadi, kisah Air Bah berskala dunia hanyalah imajinasi manusia primitif saja yang tidak mengetahui sains !

Jika perhitungan matematika tadi  tidak cukup, mari kita memeriksa kalender: Menurut perhitungan oleh Maurice Bucaille silsilah nabi Abraham dalam Kejadian memberi kita tanggal bahwa Abraham hidup sekitar 292 tahun setelah banjir. Jika Abraham hidup sekitar tahun 1850 SM, maka banjir (menurut sebuah kitab) haruslah terjadi antara abad 22 atau 21 SM. Faktanya ada cukup banyak peradaban di seluruh dunia pada jaman itu. Terutama di Mesir saat itu  adalah periode interim, dianggap sebagai awal dari kerajaan Mesir Kuno. Jadi alangkah lucu untuk berpikir atau mengklaim bahwa seluruh peradaban dunia dihancurkan oleh Air Bah.

Bagaimana dengan dimensi perahunya? Ada akademisi yang mengklaim bahwa kapal ini dibangun sesuai dengan perintah tuhan seperti yang tertulis dalam sebuah kitab. Namun jika demiakan, maka dimensi perahu tersebut tidak akan mampun menampung semua spesies yg dibawa, ditambah dengan makanan dan air bagi mereka untuk bertahan selama berbulan-bulan. Selain itu dikatakan bahwa jendela pada kapal hanya ada satu, yang ditutup rapat-rapat agar tidak kemasukan air, akan menyebabkan semua makhluk hidup di kapal untuk mati lemas. Jadi kita bisa menyimpulkan, narasi ini tidak bisa menjadi narasi ilahi, dengan kata lain ‘firman tuhan’, tapi dongeng, sebuah kepalsuan. Tentu saja! Mari kita renungkan bersama: Mengapa sang tuhan yang konon maha kuasa ini tidak menghancurkan saja ciptaan-nya dengan satu tindakan dalam bentuk lain (yang dia bisa melakukannya dengan mudah) dan menciptakan makhluk baru di bumi ini, malahan terpaksa melakukan metode kejam yang diceritakan dalam cerita Air Bah. Sungguh aneh, bukan? Tapi saya yakin bahwa para ideolog agama berkitab sudah punya jawaban siap untuk pertanyaan itu.

Baca Juga:  Bagaimana alam semesta tercipta menurut kosmogoni bangsa Sumeria

Sekarang mari kita mengambil dimensi manusia: Kejadian menakutkan itu pastilah terjadi pada saat ada manusia di bumi yang bisa mengalaminya, hidup melaluinya dan bertahan hingga bisa mewariskan kisah itu ke generasi berikutnya. Mitos Banjir Besar itu umumnya berasal dari Mesopotamia. Sungai Eufrat dan Tigris  telah menyebabkan banjir sepanjang sejarah. Pendapat luas adalah bahwa mitos Banjir Global itu terkait dengan banjir di Mesopotamia, yang diturunkan kepada kita melalui beberapa garis generasi yang panjang. Berikut adalah salah satu alasan menunjuk pada kesimpulan bahwa: peta ‘dunia’ yang dilukis atas perintah Raja Sargon pada tahun  2700 SM (500 tahun lebih awal dari Air Bah) hanya memperlihatkan wilayah Mesopotamia. Jadi, dengan kata lain ‘dunia’ yang mereka sebutkan hanyalah wilayah Mesopotamia, selebihnya, diluar Mesopotamia tidak ada! Itu sebabnya, ia berpikir, banjir lokal di sana dinggap seolah-olah sebagai kejadian global. Peristiwa ini diteruskan ke bangsa Ibrani dan dari sana ke Arab, dan dimasukan ke dalam kitab-kitab agama mereka. Orang Majusi mengatakan bahwa air bah terbatas hanya pada daerah timur tanah Babilonia.


Kapan air bah atau banjir besar terjadi?

Berossus menulis bahwa para dewa telah menetapkan tanggal awal Air Bah, yakni tanggal 15 bulan Daisios  (bulan Mei menurut kalender Macedonia). Bar Hebraus memberikan tanggal Banjir sebagai 27 Mei.  Dalam sebuah kitab tertulis bahwa Bahtera Nuh menetap di lahan kering pada hari ke-17 dari bulan ketujuh. ‘Bulan ketujuh’ masih tetap diperdebatkan. Angka tujuh dalam kitab tersebut diperkirakan telah didasarkan pada pemahaman mistis (mungkin berasal dari Sumeria). Tahun baru dimulai pada bulan yang berbeda di masa lalu. Asyur memulai tahun baru mereka kadang-kadang pada bulan November, tetapi dianggap April sebagai bulan pertama. Banjir ini telah dimulai pada bulan Ayar (Mei) menurut dokumen Siria kuno, sumber-sumber Yunani dan banyak orang lain. Ada beberapa yang berpikir bahwa nama sungat “Eufrat” adalah transformasi dari burat yang adalah kata bahasa Syria untuk “banjir”, dan nama lain untuk Eufrat adalah Purattu. Teks Yahwis dari sebuah kitab yang diduga telah ditulis pada abad ke-9 SM dan teks Rabbi yang ditulis pada abad 6 SM tidak sepakat dalam cerita-cerita yang mereka katakan. Para penulis Yahwis tidak tahu tentang tanggal banjir. Teks Rabbinik menerima bahwa bencana berskala global tersebut diceritakan dalam penanggalan yang tidak seharusnya. 


Bukti banjir besar pernah terjadi

Sebuah bukti jelas dari banjir dilaporkan muncul di penggalian kota Ur, di Mesopotamia. Sebuah lapisan tanah liat 2 sampai 3 meter lebarnya benar-benar ditemukan di sana. Fragmen tembikar baik di atas dan di bawah tanah liat ditemukan. Namun lapisan ini membuktikan tidak lebih dari  fakta bahwa dulu pernah ada petaka banjir yang serius di distrik sekitar Ur ( Namun tidak mengindikasikan adanya suatu banjir berskala dunia !) Lapisan tanah liat ini dianggap sebagai bukti dari banjir besar. Para arkeologis memberi kisaran tanggal banjir ini sekitar 4000 SM.  Namun pada saat kejadian itu terjadi suku-suku Semit nomaden dan ternaknya belum mencapai tanah diantara  dua sungai tersebut (kawasan ini dihuni manusia baru pada milenium ke-3 SM). Jadi, mereka tidak dalam posisi untuk bertahan hidup dan mengalami kejadian tersebut. 

Oleh karena itu Banjir di sebuah kitab pastilah bercerita tentang suatu banjir yang lain. Luasnya banjir dihitung sebagai daerah barat laut Teluk Persia. Dengan standar ini kita dapat menganggapnya sebagai kejadian ‘lokal’, tetapi untuk orang yang tinggal di daerah tersebut kejadian ini dianggap sebagai wabah bagi ‘seluruh dunia’ mereka. Banjir ini terjadi sekitar 4000 SM. Jejak banjir ditemukan di Kish, Shuruppak (wilayah Fara pada jaman sekarang ), Niniwe dan Erech (Uruk). Namun bukti yang dibentuk oleh jejak ini tidak seharusnya ada sampai ke sana jika seluruh Mesopotamia dilanda banjir. Jadi ini bukan petaka Banjir Bah dalam menurut sebuah kitab.  Banjir Besar dalam kitab tersebut masih tetap tidak bisa didemonstrasikan.

Air Bah : Air laut yang menabrak dinding Bosporus hingga ke danau laut hitam

Dua ahli geologi Amerika Dr Walter C. Pittman III. dan Dr William BF Ryan mengaku memiliki bukti yang menunjukkan bahwa air bah terjadi ketika air di laut Marmara memecah dinding bumi dan melaju memenuhi Danau Laut Hitam 7500 tahun yang lalu. Kejadian ini menyebabkan terbentuknya Selat Bosporus.  Mencairnya gunung-gunung es 11,000 tahun lalu diperkirakan memicu kejadian ini. Dengan aliran besar air tepi Danau Laut Hitam menjadi meluas melebihi ukuran sebelumnya. Penduduk yang hidup dan selamat dari bencana bermigrasi ke Mesopotamia, dan ketika tulisan itu ditemukan, kisah Air Bah secara lisan itu ditulis. Ini adalah proposisi lain.

Baca Juga:  Mitologi Bangsa Mesir Kuno
http://lettherebelight.yolasite.com/resources/Deluge-nasa.jpg?timestamp=1321112487653

(Inilah skenario yang paling memungkinkan bagaimana Danau Laut Hitam, danau dengan dimensi yang luas dan dimana didapati air tawar dan air asin, terbentuk. Diperkirakan karena melelehnya gunung-gunung es di kutub utara (oleh suatu kejadian kosmik?) air dari laut Marmara meluap dan menabrak dinding bumi hingga menyebabkan terjadinya selat Bosporus.)

http://lettherebelight.yolasite.com/resources/blacksea1.jpg?timestamp=1321113080047

(Volume air dan luas Danau Hitam mengalami perluasan setelah bencana banjir besar ini. Tampak di gambar daerah dalam bergaris putus-putus adalah perkiraan luas awal Danau Laut Hitam)

Kisah Air Bah dalam cerita sebuah kitab, secara matematis salah, secara geografis tidak pasti, dan dimensi manusianya  tidak benar. Kalau begitu kisah apakah ini sebenarnya? Kisah Air Bah dalam sebuah kitab didasarkan pada mitos Babilonia, yang berasal dalam mitos Sumeria. Mitos ini didasarkan pada tablet tanah liat yang dibaca dan diterbitkan pada tahun 1914. Samuel Kramer Nuh dalam bukunya, Dunia Sumeria, sebuah Otobiografi, menerbitkan dua dokumen yang menunjukkan bahwa penyair Sumeria tahu bencana yang dibawa oleh banjir dan konsekuensinya. Kramer menulis bahwa ada sejumlah banjir besar di Mesopotamia, termasuk di abad ke-20 pada tahun 1925, 1930, dan 1954. Ada banjir besar yang penting dan tidak tercatat di abad ke 7 dan 8 pada saat Dinasti Abbasiyah, dan pada abad ke-10, 11 dan 12

Indahnya kisah air bah yang kita kenal ternyata hanyalah contekan

Kisah air bah atau banjir besar yang indah, telah tersebar sekeliling lewat penyebaran ideologi. Dulu orang berpikir bahwa kisah Air Bah hanya ditulis dalam satu kitab saja (Sebagai sebuah bentuk ‘intervensi ilahi’ untuk memberi pelajaran pada umat manusia!). Namun ketika perpustakaan Ashurbanipal (Raja Asyur) di Niniwe digali dan ditemukan tablet tanah liat berisi kisah yang serupa dengan kisah Air Bah di sebuah kitab, selama penggalian di Niniwe dan kisah Air Bah, kemudian tablet tanah liat itu diperlihatkan pada tahun 1872 ada ketidakpercayaan dan kebingungan meluas, dan keyakinan kesejarahan dalam cerita kitab tersebut telah menguap. Kisah tentang Air Bah diambil dari Epos Gilgames, mitos Babilonia, dan berdasarkan mitos Sumeria. Sekarang tiba waktunya bagi kita untuk kembali pada saat-saat dimana  “banjir meliputi bumi sampai ke puncak pegunungan karena adanya sebuah ‘intervensi ilahi’ untuk menghancurkan umat manusia.”

Seperti yang telah saya paparkan sebelumnya, mitos banjir besar berasal dari mitologi Sumeria. Ini dapat disaksikan dalam fragmen tablet tanah liat Sumeria yang diterbitkan oleh seorang sarjana Amerika, Arno Poebel, pada tahun 1914. Fragmen ini berisi episode apa yang kita sebut mitos air bah. Garis besarnya sebagai berikut: 

Pada bagian tertentu fragmen tersebut menceritakan munculnya seorang dewa yang berniat menyelamatkan manusia dari kehancuran yang dewa telah putuskan atas  mereka. Sang dewa memperingatkan dan memerintahkan Ziusudra raja saleh dari Sippar. Alasan di balik keputusan untuk menghancurkan umat manusia ini tidak diberikan. Dewa yang memperingatkan Ziusudra adalah Enki. Dia memerintahkan Ziusudra untuk berdiri dengan dinding di mana ia akan mengungkapkan langkah-langkah yang harus diambil untuk menghindari banjir datang … “Ada badai sangat kuat, pada saat yang sama banjir melanda kuil utama; banjir menyapu negeri selama tujuh hari dan tujuh malam; perahu besar (‘Bahtera’) telah terombang-ambing oleh badai di perairan liar …..( kemudian awan pergi dan langit dan matahari bersinar) … Ziusudra membuka jendela kapal besar, Utu membawa sinar ke dalam perahu raksasa. Sang raja, Ziusudra, bersujud di depan Utu (Dewa Matahari); menyembelih sapi dan seekor domba (sebagai kurban persembahan tentunya )……..( kalimatnya kemudian terpotong karena tabletnya tidak utuh, kemudian dilanjutkan lagi…. )…. Raja Ziusudra bersujud di depan Anu, Enlil. Dewa Anu dan  menyukai Ziusudra dan memberinya kehidupan seperti dewa (membuatnya abadi);. dan menempatkan Ziusudra, sang raja, sebagai pelestari nama vegetasi, benih keturunan umat manusia, di tanah penyeberangan, tanah Dilmun, tempat matahari terbit “ Ini adalah sejauh yang kita bisa baca dari fragmen tanah liat tablet Sumeria. Namun  ketika kita mengambil mitos Babilonia dan terutama Epos Gilgames, kita akan lebih jauh diberi informasi tentang air bah.

Baca Juga:  Daftar Mitos-mitos Mesopotamia
noahs-ark-2440498_1280
Sumber Gambar: pixabay.com

Pengaruh mitologi Sumeria pada kepercayaan lain

Menarik sekali untuk mengikuti sirkulasi ide-ide dan karya literatur di antara peradaban kuno dari Sumeria ke Babel, Asyur, orang Het, Hurrites, dan Aramik. Jelas bahwa Sumeria tidak mempunyai pengaruh langsung pada literatur Ibrani, karena mereka telah meninggalkan panggung sejarah jauh sebelum munculnya literatur Ibrani. Tetapi tidak ada keraguan bahwa orang Sumeria memiliki efek mendalam pada orang Kanaan – pendahulu dari bangsa Israel di Palestina. Efek ini menjelaskan kemiripan antara teks-teks Sumeria dan sebuah kitab agama. Kemiripan ini tidak terlokalisir berupa suatu  kesamaan cerita utuh, tetapi umumnya muncul secara sporadis dalam beberapa seri. Sebagai contoh saya akan membawa ke perhatian Anda pada puisi mitologi ‘Enki dan Ninhursag’ di mana ada cerita tentang surga. Surga yang dinamai Dilmun ini, yang para dewa telah bangun untuk diri mereka sendiri, tidak berada di dunia bawah – tetapi di sini di bumi. Cerita yang sama muncul dalam pada sebuah kitab. Kita dapat mengatakan bahwa mitos Enki dan Ninhursag berada di balik keyakinan Yahudi tentang kisah ‘Eden, Adam, Hawa dan buah terlarang’

Karena saya telah mengundang Anda ke situs ini untuk menunjukkan asal-usul, dan praktek yang masih dilakukan oleh agama-agama Abrahamik, mari kita lanjutkan dengan beberapa contoh. Kultus Bulan memiliki tempat penting dalam sistem kepercayaan bangsa Sumeria. Pada hari pertama dan ke limabelas setiap bulannya bangsa Sumeria mengadakan upacara keagamaan dan dan tidak memakan makanan tertentu. Ingat bahwa festival sebuah agama dan kegiatan puasa berlangsung sesuai dengan siklus lunar. Mereka yang bertanya-tanya mengapa orang berdoa mengangkat tangan mereka ke langit dapat menemukan jawabannya di mitos ‘Enki dan Mitos Tatanan Bumi’, di mana ketika Enki tengah  mengumumkan nasib tanah Sumeria, menyebut bangsa ini dengan pesan,  “Biarkan kuil-kuilmu yang tak terkalahkan menjulangkan tangan-tangannya sampai ke langit.”  

Dan contoh terakhir yaitu keyakinan akan pentingnya “kata-kata”. Bangsa Sumeria menemukan dan mengembangkan teori kekuatan kreatif ilahi dari “kata-kata”. Teori ini kemudian menyebar ke seluruh Timur Tengah (dan memiliki paralelismenya di Mesir dalam bentuk teologi Memphite). Menurut mitologi Sumeria, sang dewa pencipta cukup hanya merencanakan sesuatu dan mengucapkan kata-kata untuk mewujudkan apa yang diinginkannya

Dari manakah bangsa Sumeria mendapatkan ide ini? Well, mereka memiliki raja-raja yang kuat yang mengatur mereka, dan kata-kata mereka adalah hukum. Bahkan satu kata pun darinya sudah cukup untuk merealisasikan keinginannya segera. Sebagai raja langit, kepala para dewa harus melakukan hal yang sama. Bahkan sistem kepercayaan primitif juga memiliki kisah-kisah ‘kekuatan sabda”. Bagi mereka sabda/kata/firman/kata/kalam itu sebuah ramalan, dan pengulangan kata akan membebaskan daya kreatif dan rekreatif dengan kekuatan penuh. Injil juga memiliki ide ini. Para teolog setuju bahwa Lukas memfokuskan pada penggambaran Yesus sebagai “Firman yang menjadi manusia”, dengan kata lain “sabda telah datang dan hidup dibalut dalam daging”.

Pastilah kepercayaan ini bersumber dari mitologi Sumeria. Konsep serupa ada di dalam Buddhisme: ‘Dharma’ adalah hukum kosmik besar yang mendasari dunia kita, keyakinan ini bersesuaian dengan konsep Firman, Logos. Buddha dikatakan telah menghabiskan waktu di surga Tushita sebelum turun ke bumi. Yang berarti bahwa Buddha, telah ada dalam wahana yang berbeda sebelum turun ke bumi dan bergabung dengan manusia. Jadi sekarang kita memiliki beberapa petunjuk dari mana kisah kekuatan-dari-kata-ini mungkin berasal.

Sekarang kisah penciptaan manusia. Cerita-cerita penciptaan diambil dari dua sumber yang berbeda dan hanya versi yang kedua yang memiliki asal Sumeria. Jadi singkatnya, dalam ketiga agama Ibrahim-Semit, penciptaan manusia identik: Manusia diciptakan dari lumpur. Mengapa? Karena semua sistem kepercayaan mengadopsi kisah penciptaan bangsa Sumeria itu saja! Menurut Talmud nama wanita pertama diciptakan dengan Adam adalah Lilith.

Lebih masuk akal jika kita menganggap “kitab-kitab” ini sebagai karya manusia yang dibatasi dalam keterbatasan budaya, bahasa, perspektif hidup dan pengetahuan sejarah yang bisa keliru bahkan sama sekali salah ketika dianalisa dengan metoda-metoda sains. Mereka tidak menceritakan kejadian sesungguhnya, mereka menceritakan cerita yang memuat pesan-pesan moral dan ideologi yang mereka percayai sebagai benar.