Ada tiga tema mendasar dari mitos-mitos Sumeria. Mereka tersebar luas sehingga kita tidak punya pilihan selain memanggilnya “mitos dasar”. Semua mitos ini muncul dalam mitologi Semitik tetapi asal usul mereka sebenarnya adalah Sumeria. Mereka adalah mitos Dumuzi dan Inanna, Mitos Penciptaan dan Mitos air bah.

Mitos Dumuzi dan Inanna

Ini adalah mitos dimana Inanna turun ke Dunia Bawah (dunia orang mati). Saat itu mitos ini dibentuk terpisah-pisah. Namun  sekarang dalam bentuk lengkapnya dikenal sebagai mitos ‘Dumuzi dan Inanna’. Dumuzi adalah bentuk Sumeria dari nama yang lebih populernya, yaitu Tammuz, sedangkan nama Inanna dalam mitos Sumeria setara dengan Ishtar dari Semit. Jadi, Ishtar adalah Inanna, ratu surga, (dengan kata lain dia adalah ratu dari langit). Seperti yang Anda tahu ada dewa-dewa tetumbuhan. Dewa-dewa ini memiliki akar dalam siklus vegetasi musim dingin – musim semi. Mereka mati di musim gugur-musim dingin dan bangkit kembali di musim semi. Dumuzi adalah salah satunya. Dia turun atau diturunkan oleh setan ke Dunia Bawah , dan Inanna datang untuk membawanya ke dunia mahluk hidup lagi. Jelas ini merupakan mitos ritual. Dengan berkuasanya kaum Semitik (Akkadian) di wilayah ini, maka semua nama dewa diubah menjadi nama Akkadia. Dumuzi menjadi Tammuz, Inanna menjadi Ishtar. Dalam liturgi Ishtar dan Tammuz sering direpresentasikan sebagai sosok pohon cemara jantan dan betina. Tapi pohon-pohon cemara tidak terdapat di delta Tigris-Efrat, sebaliknya mereka ditemukan di daerah pegunungan dari mana leluhur Sumeria datang. Bukti menunjukkan bahwa bangsa Sumeria dan Semit menduduki delta tersebut untuk waktu yang lama sebelum invasi kaum Amori, dan sampai penaklukan akhir  Sumeria oleh bangsa Semit. Bangsa Semit mengambil alih aksara paku (cuneiform), sebagian besar kepercayaan dan mitos dari bangsa Sumeria. Tentu saja bangsa Semit memiliki dan memperkenalkan tafsir mereka sendiri atas mitos tersebut, yang mungkin menyebabkan perubahan yang dapat kita lihat dalam mitos Tammuz-Ishtar dari periode Assyro-Babilonia.

http://lettherebelight.yolasite.com/resources/Ishtar_in_Hades.jpg?timestamp=1321111909066
Ishtar turun ke Hades / Dunai Bawah / Dunia Kematian

Mitos Penciptaan

Ini adalah mitos dasar kedua. Menarik sekali untuk kita garis bawahi bahwa dalam mitos-mitos kuno penciptaan,  kita tidak menemukan konsep creatio ex nihilo (diciptakan dari ketiadaan). Semua mitos-mitos kuno memiliki tema : mendatangkan ketertiban pada keadaan asli sebelumnya yang kacau. Mitos penciptaan versi Assyro-Babilonia merupakan bentuk Epos Penciptaan yang terkenal itu – Enuma Elish. Dalam mitos Sumeria tidak didapati tema yang sepadan dengannya. Kosmogoni Sumeria harus disatukan dari berbagai mitos asal,  sebagian karena banyak tablet yang atasnya  mitos itu diawetkan telah rusak dan tidak lengkap. Jadi kita berada dalam situasi tidak menguntungkan dalam menyatukan kembali catatan-catatan yang koheren dari mitologi Sumeria. Untuk membuat tugas yang sulit ini sedikit lebih mudah kita akan melihat kisah penciptaan ini di bawah tiga judul: 

Asal usul alam semesta: 

Dewi Nammu (Dewi Laut Purba – Bunda para dewa Sumeria) yang namanya ditulis dengan ideogram untuk ‘laut’, adalah ibu yang melahirkan langit dan bumi. Dari bahan lainnya yang juga dicatat pada sebuah tablet tanah liat kita mendapati mitos bahwa langit dan bumi awalnya berasal dari sebuah gunung. Bumi adalah dasarnya, dan langit adalah puncaknya. Langit dipersonifikasikan sebagai Dewa An, bumi dipersonifikasikan sebagai Dewi Ki. Penyatuan dewa-dewi ini menghasilkan Dewa Enlil, personifikasi dari udara. Kemudian Enlil memisahkan An-Ki (gunung langit-bumi). Dengan cara ini semesta menjadi ada di mana langit, bumi dan udara di antaranya. Di sini kita tidak memiliki penjelasan laut purba, yang ada sebelum penciptaan (Sebuah konsep yang identik muncul di “kitab lain” mana dikatakan bahwa hanya ada air sebelum penciptaan). Laut purba tak berujung ini disebut Dewi Nammu. 

Nammu menciptakan gunung keluar dari air. Anaknya, Dewa Udara memisahkan gunung itu menjadi dua bagian, bagian atas menjadi langit dan Dewa An (Dewa Langit dan Kebijaksanaan) memerintah atasnya, bagian bawah menjadi bumi, dan Nammu dan Enlil bersama memerintah atasnya. An dan Enlil melengkapi bumi dengan pepohonan dan air. Mereka menciptakan hewan dan mengadakan dewa-dewa yang akan bertanggung jawab atasnya. Dalam sebuah kitab, memiliki laut purba yang sama, pemisahan langit dan bumi, penciptaan tanah, melengkapi tanah dengan pepohonan dan binatang, dan di kitab lain tertulis: “Apakah mereka tidak tahu bahwa langit dan bumi adalah satu dan kami memisahkannya? ” Mitos Sumeria dan cerita pada sebuah kitab sangat dekat. Sedangkan di “kitab lain” mewartakan mitos yang sama secara dangkal dan tidak mendetil.

Dalam sebuah kitab tertulis bahwa penciptaan terjadi dalam 6 hari, dan 1 hari dalam pemahaman tuhan adalah 1000 tahun manusia. Jadi jika 6 hari ini ditafsirkan secara literal, maka penciptaan berkisar 6000 tahun yang lalu. Kekristenan menerima periode ini. Di agama lain tidak memiliki jenis skala waktu tetapi menurut cerita versi agama tersebut penciptaan telah terjadi 5000 tahun yang lalu. Menurut daftar raja-raja Sumeria penciptaan terjadi 241.200 tahun yang lalu; menurut bangsa Cina 49.000 tahun yang lalu Cina, menurut bangsa Mesir 13.000 tahun yang lalu; menurut Herodotus 17.000 tahun lalu. Tak satu pun dari periode ini selaras dengan bukti dan tanggal yang ditunjukkan oleh studi ilmiah di zaman kita. (Kita harus berpikir dan berpikir keras apa alasan di balik perbedaan-perbedaan antara angka-angka itu. Jika sang pencipta yang menciptakan segala sesuatu adalah satu, lalu mengapa orang percaya tidak memiliki rentang waktu tunggal untuk penciptaan ? Jika kitab-kitab suci itu diberikan oleh sesosok pencipta tunggal mengapa ia tidak memberikan manusia suatu angka yang sama dan tepat? Di lain pihak sains menyodorkan  proposisi lain dengan rentang waktu sekitar 12 – 16 milyar tahun. Dan seperti biasanya setiap penemuan baru menyodorkan angka yang berbeda pula, seperti biasanya. 

Baca Juga:  Cerita Air Bah Bangsa Sumeria

Jadi, perhitungan matematis mana yang benar kalau begitu? Konon sang tuhan yang satu itu menganugerahkan kepandaian pada umat manusia. Jika demikian, bukankah keliru apabila manusia menerima begitu saja apa yang ditulis dalam kitab-kitab, tanpa pertanyaan? Jika anda setuju dengan saya, maka skala waktu mana yang benar? Bukankah sikap ‘menerima sesuatu tanpa mempertanyakannya’ merupakan penolakan terhadap intelektualitas itu sendiri yang seharusnya telah diberikan oleh ‘pencipta tunggal’ untuk kita jadikan alat guna memisahkan yang benar dari yang salah? 

http://lettherebelight.yolasite.com/resources/Tablet%20Sumeria%20Tentang%20Penciptaan%20Dunia.jpg?timestamp=1321112008505
Tablet tanah liat dengan aksara baji / cuneiform berisi mitos Sumeria tentang penciptaan dunia

Tata Kelola Alam Semesta:

Sejumlah mitos berhubungan dengan tema ini. Salah satunya adalah mitos kelahiran dewi bulan, Nanna atau juga Sin. Enlil, dewa tertinggi dalam panteon dewa-dewi Sumeria, jatuh cinta dengan Dewi Ninlil (seorag dewi dari mitologi Sumeria) dan memperkosanya. Karena kejadian ini Enlil dihukum, diturunkan ke dunia orang mati, tetapi Ninlil yang sedang hamil, menolak ditinggalkan malahan ikuti Enlil ke dunia orang mati. Namun jika bayi itu dilahirkan pada saat Ninlil dalam perjalanan ke dunia orang mati, maka sang bayi, yang nantinya jadi dewa bulan, akan tinggal di dunia orang mati, bukannya jadi terang di langit.  Untuk itu Enlil merencanakan skenario dimana Ninlil melahirkan lagi tiga dewa dunia orang mati sebagai pengganti Nanna. Sekarang Ninlil terbebaskan dan bisa kembali ke surga. 

Enlil kerap muncul dengan gelar Tammuz dalam liturgi Tammuz, dan Ninlil sebagai Ishtar. Ketika Nanna turun ke dunia orang mati, tidak ada penjelasan lebih lanjut. Namun sekarang kita mengetahui alasan turunnya Ninlil. Jadi, Nanna/Sin  adalah kepala dewa-dewi astral. Dewa Matahari, Utu, dianggap sebagai keturunan Nanna dan istrinya Ninggal. Pada gilirannya nanti ketika kosmogoni versi Ibrani dikarang, matahari menjadi bintang besar jantan, sementara bulan menjadi betinanya (sama seperti pandangan mitologi klasik). Menurut mitos Sumerian, Nanna melintasi langit dalam sebuah quffah, yakni perahu yang sering dipakai melintasi sungai Eufrat (perahu ini sering dipakai di sana sampai saat ini dan disebut ‘kufe). Namun mitos Sumeria tidak memiliki penjelasan bagaimana terciptanya bintang-bintang dan planet-planet lain yang  menemani Nanna. 

Enlil memisahkan langit dari bumi. Langit diterangi oleh dewa Matahari Utu, dewa bulan Nanna, planet dan bintang-bintang. Sekarang saatnya untuk menertibkan ke bumi. Elemen yang berbeda dari urutan terestrial diterangkan lewat berbagai mitos. Sebagai contoh kota-kota dan kuil-kuil para dewa dianggap sebagai yang ada sebelum penciptaan manusia (catatan-catatan Lu-dingir-ra dengan jelas menunjukkan kepada kita apa yang mereka percaya itu).

“Kita memerlukan hamba-hamba, marilah kita ciptakan mereka!” Menurut apa yang diyakini bangsa Sumeria, penciptaan manusia ini dimungkinkan pada akhirnya, sebagai akibat dari kegiatan ilahi yang terlibat dalam penciptaan tatanan alam semesta. Enlil adalah sumber utama dari vegetasi, ternak, alat pertanian, dan seni peradaban. Enlil menjadikan semua ini dengan cara menciptakan dewa-dewa yang lebih rendah untuk melakukan instruksinya. Untuk menyediakan ternak dan gandum untuk bumi, Enki (Ea di Babel – dewa kebijaksanaan) dipercayakan oleh Enlil untuk melakukan sesuatu. Enlil pada gilirannya menciptakan dua dewa kecil, Lahar, Dewa Ternak dan Ashnan Dewi Bulir.

Mereka menciptakan kelimpahan di bumi. Tapi mereka minum anggur, mabuk, mulai bertengkar dan mengabaikan tugas mereka. Para Anunnaki masih membutuhkan makanan dan pakaian. Mereka harus menemukan solusi – untuk kepentingan mereka sendiri! Dan mereka menemukannya. Mereka menciptakan manusia, sebagai hamba yang setia, dan menurut mitos bangsa Sumeria berjudul HewanTernak dan Bulir, “… untuk menjaga kawanan domba para dewa , maka kehidupan ditiupkan kepada  manusia.  

Baca Juga:  Daftar Mitos-mitos Mesopotamia

Jadi sekarang Anda tahu dari mana ungkapan itu berasal ? Dari mitologi bangsa Sumeria ! 

Lebih jauh lagi mitos yang sama menggambarkan, bagaimana Enki melakukan perjalanan di mulai dari Sumeria melewati bagian-bagian dunia yang berbeda untuk ‘memperbaiki nasib’ (Ini adalah istilah Sumeria yang mengacu pada aktivitas kreatif para dewa dalam menata-kelola alam semesta).  Ada sebuah benda dalam mitos-mitos Babilonia yang dalam bahasa Akkadia disebut ‘tablet nasib’. Memiliki tablet itu adalah salah satu atribut dewa. Mitos mengatakan bahwa tablet ini dicuri atau diambil dengan paksa beberapa kali. Karena dewa yang memiliki tablet itu memiliki kekuatan untuk mengontrol urutan alam semesta (di sini orang-orang Yahudi dapat mendeteksi asal-usul keyakinan mereka dalam konsep tuhan yang menentukan takdir) Tapi mari kita kembali ke kisah kita. Jadwal perjalanan Enki dimulai dari kota Ur, Tigris dan sungai Eufrat – yang ia isi dengan ikan-ikan – dan berlanjut ke Meluhha (mungkin Mesir atau tanah di tepi Teluk Basra) Dia menunjuk dewa-dewi untuk bertanggung jawab atas kota-kota ini. Dia kemudian melanjutkan ke tempat Kabta, sang Dewa Bata, dan menugaskannya masalah-masalah beliung dan cetakan bata. Enki meletakan pondasi, rumah-rumah dan menempatkannya dibawah pengawasan Mushdamma – Dewa Ahli Bangunan anak buah Enlil. Dia mengisi dataran dengan sayuran dan hewan,  dan menempatkan Summuqan, ‘Raja gunung’ yang bertanggung jawab di sana. Enki membangun kandang dan ternak domba dan menempatkan mereka di bawah Dumuzi, Dewa Gembala. 

Pada titik ini marilah kita mencermati lagi tablet yang ditulis oleh teman kita Lu-dingir-ra dari Sumeria. Ini dia:

“.. Menurut keyakinan kami, tuhan-tuhan kami telah mempersiapkan membuat kota-kota dengan jalan-jalan dan bangunan-bangunan di dalamnya. Kemudian menciptakan kita dan berkata kepada kita “ambillah kota-kota itu untukmu”. Hanya antara kau dan aku, aku tidak benar-benar percaya ini. Tapi aku tidak ragu bahwa kita adalah orang-orang yang dipilih oleh para dewa. Menurut pepatah yang berasal dari nenek moyang kami Sumeria adalah ‘garam’ bumi. Mengapa mereka  menyebut kita “garam” bukannya “cita rasa” sebagai gantinya, aku tidak bisa memecahkannya. “

Penciptaan Manusia: 

Telah saya sebutkan mitos Lahar, Dewa Hewan Ternak, dan Ashnan, Dewi Bulir,  yang mengakibatkan penciptaan manusia. Tapi ini bukan satu-satunya mitos tentang penciptaan manusia (Seperti kita lihat dalam sebuah kitab, manusia bisa dibuat dalam berbagai cara di bawah kondisi yang berbeda. Jangan lupa bahwa karena ini selalu melibatkan imajinasi manusia, maka akan ada banyak kemungkinan!). Di sini saya harus menunjukkan bahwa mitos bangsa Sumeria dan Babilonia tentang Epos Penciptaan berbeda jauh. Tetapi tujuan penciptaan manusia oleh para dewa adalah identik pada kedua mitos tersebut. Ya! Hanya untuk melayani para dewa belaka. Dalam mitos bangsa Sumeria, para dewa mengeluh bahwa mereka tidak bisa mendapatkan makanan mereka. Dan mereka memohon Enki, seperti yang biasanya mereka lakukan pada saat dibutuhkan Enki sedang tidur. Dewa Laut Purba, Nammu, yang juga ibu para dewa membangunkan Enki. Enki memerintahkan Nammu dan Ninmah (‘Dewi Kelahiran’ Sumeria). Menurut Samuel Noah Kramer (Tablet Sumeria) Nammu dan Ninmah, dibantu oleh dewa yang, mencampurkan tanah liat  yang ‘di atas jurang’ dan menciptakan manusia.

Siapa yang hadir saat manusia diciptakan?

Dalam cerita lain, kali ini Enki membuat patung dari tanah liat lunak dan membawanya pada Dewi Nammu:  

“ Oh Ibu , makhluk yang engkau akan beri nama akan segera tercipta.

Berikanlah padanya gambar (penampilan) menyerupai dewa

Campurkan lumpur dari lubang tak berdasar

buatlah tangan dan kakinya.

Oh ibu, umumkanlah bayi yang baru lahir ini

Itu adalah manusia! ”

Seperti yang jelas dari kutipan ini, dewa Sumeria telah menciptakan manusia dalam citra mereka Yang merupakan bukti bahwa bangsa Sumeria memvisualisasikan dewa-dewa mereka figur seperi manusia. Sementara itu ketika penciptaan berlangsung Dewi Nammu Dewi, ibu dari semua dewa, Ki, Dewa Bumi; Ninmah, Dewi Kelahiran, Enki, Dewa Kebijaksanaan bersama-sama hadir.

Bagaimana kisah penciptaan yang lain? Enki memberikan jamuan kepada para dewa untuk merayakan penciptaan manusia. Enki dan Ninmah minum anggur terlalu banyak, dan menjadi mabuk. Ninmah mengambil beberapa tanah liat yang ‘di atas jurang’ menciptakan enam jenis manusia. Dua di antaranya adalah seorang wanita mandul dan kasim (bhs. Ing: eunuch). Mitos yang sama pula kemudian menggambarkan tindakan lebih lanjut dari penciptaan oleh Enki. Ia menciptakan seorang manusia yang lemah pikiran dan tubuhnya, kemudian meminta Ninmah melakukan sesuatu untuk meningkatkan makhluk ini. Tapi Ninmah tidak mampu untuk menyembuhkan makhluk itu. (Salah satu kata yang menunjukkan manusia dalam bahasa Ibrani adalah “Enos” yang berarti ‘lemah’ (lihat persamaan antara kata “eunuch” dalam bhs, Inggris dengan “enos” dalam bhs. Ibrani). Mereka yang akrab dengan puisi bahasa Ibrani tahu bahwa aspek kemanusiaan – kelemahan, dan kerendahan – ‘sakit.’ ditekankan dalam tema-tema puisinya. Mitos Sumeria mungkin telah menjadi sumber lain untuk penggambaran sosok manusia versi Ibrani sebagai kegagalan dibandingkan dengan tujuan ilahi yang dimaksudkan dari penciptaannya). Di Sumeria ada dewa empat ‘pencipta’ yang hadir dalam penciptaan manusia. Kesejajaran yang menarik, bukan? Tidakkah ini jelas bagi anda? 

Baca Juga:  Bagaimana alam semesta tercipta menurut kosmogoni bangsa Sumeria


Siapa dan bagaimana wanita diciptakan?

Sekarang teka-teki lain: Penciptaan perempuan. Marilah kita berpaling pada mitos-mitos Sumeria lagi. Berikut adalah petunjuk ceritanya : Di dataran Sumeria, sebelah timur ada sebuah tempat yang  murni, bersih, bersinar yang disebut Dilmun, di mana para dewa tinggal. Inilah tempat ‘kehidupan’ di mana tidak ada penyakit atau kematian. Tetapi tidak ada air minum di tempat ini. Dewi Air, Ninhursag, meminta Enki, Dewa Matahari, untuk menyediakan air. Dia melakukannya. Dari penyatuan Enki dan Ninhursag lahirlah Ninsar atau Nimmu, Dewa Tanaman. Kemudian Enki menghamili Ninsar putrinya. Dan dari penyatuan ini lahirlah Dewi Ninkurra. Dari persatuan Enki dan Ninkurra lahirlah Dewi Uttu, yang juga disebut sebagai dewi Tanaman. Ninhursag memperingatkan Uttu dari Enki dan memberikannya saran tentang cara-cara untuk menangani pendekatan Enki. Mendengar saran ini Uttu mensyaratkan hadiah kepada Enki.  Enki membawa sebuah hadiah, dan Uttu menerima dia dengan gembira dan sebagai hasilnya delapan jenis tanaman bertumbuh. Ninhursag memberikan setiap tanaman itu nama dan sifatnya masing-masing. Namun Enki tidak bisa menunggu dan ia memakan semua tanaman tersebut. Ninhursag marah dan mengutuk Enki dengan sebuah kutukan mengerikan dan kemudian pergi. Para dewa kecewa dan Enki terserang penyakit di delapan bagian berbeda di tubuhnya. Bahkan Dewa Enlil, dewa udara, tidak berdaya. Tepat pada saat itu seekor rubah muncul, dan menyatakan akan membawa kembali Ninhursag dengan imbalan harga yang wajar. Enlil menerima syarat itu. Sang rubah kemudian membujuk Ninhursag untuk kembali. Dia kembali dan mulai menyembuhkan Enki dengan menciptakan delapan dewa secara bergiliran, satu untuk setiap bagian tubuh di mana Enki penyakit tersebut berada. Lima dari para dewa adalah perempuan. Dan salah satu organ sakit Enki adalah tulang rusuknya. Nama dewi yang diciptakan untuk menyembuhkan penyakit dalam tulang rusuk Enki adalah Ninti. ‘Nin’ dalam bahasa Sumeria adalah ‘wanita’, dan ‘ti’ berarti tulang rusuk. Arti lain dari ‘ti’ adalah ‘hidup’. Jadi Ninti berarti ‘Wanita Dari Tulang Rusuk’  atau ‘Wanita Kehidupan’. Sementara cerita versi Sumeria adalah tentang penyembuhan tulang rusuk, kisah di kitab yang lain menuturkan penciptaan dari tulang rusuk, dan ‘Wanita Kehidupan’ yang adalah Ninti dalam Sumeria menjadi Hawwah yang bahasa Ibrani dan berarti ‘hidup’. Di sebuah kisah lain menceritakan bahwa ‘wanita kehidupan’ yang diciptakan untuk menyembuhkan tulang rusuk telah berubah menjadi ‘wanita yang dihidupkan atau diberikan kehidupan dari tulang rusuk’.

Inti dari cerita ini adalah apa yang kita kenal sekarang sebagai ‘buah terlarang,’ karena Enki makan tanaman ketika masih dilarang. Ninhursag harus memberikan setiap tanaman nama dan kualitas. Tapi utusan dari Isimud menawarkan Enki  menawarkan ‘buah terlarang’ itu. Dalam mitos Sumeria seorang dewa lain memohon Ninhursag untuk menyembuhkan Enki, sang Dewa Kebijaksanaan. Di Sumeria Dewa Enki Kebijaksanaan membawa berita dari dewa kepada manusia.


Manusia adalah hamba para dewa 

Para pemikir Sumeria memiliki pandangan negatif pada umat manusia dan takdirnya. Mereka percaya bahwa makhluk yang disebut manusia diciptakan hanya untuk melayani para dewa, yakni menyediakan mereka makanan, dan tempat tinggal, sehingga para dewa dapat melaksanakan tugas mereka dalam damai. Mereka percaya bahwa hidup penuh dengan ketidakpastian dan manusia tidak akan pernah bahagia tentang hal ini karena mereka tidak akan pernah bisa menebak apa yang para dewa, yang kehendak hatinya tidak bisa diprediksi, telah dipersiapkan untuk manusia sebagai nasib mereka (di sini kita dapat mendeteksi awal dari konsep “nasib dan takdir” yang menyelinap di sebagian besar agama-agama modern). Menurut pemikir Sumeria, manusia tidak lebih dari sebuah bayangan tak berdaya yang hanya berdiri dalam kegelapan pekat neraka setelah kematiannya. Di sini ‘kehidupan’ hanya dipandang sebagai cerminan menyedihkan dari kehidupan di bumi. “Kehendak pribadi’ bukanlah masalah, karena manusia tidak bebas, ia diciptakan untuk kepentingan dan kesenangan para dewa. Kematian adalah takdir manusia. Sesuai dengan hukum ilahi, hanya dewa saja yang abadi. Para pemikir Sumeria percaya bahwa kebajikan yang tertinggi dan terutama pengetahuan yang diperoleh warga dibalik pencarian sosial dan eksperimen sebenarnya diciptakan oleh para dewa. Para dewa adalah pihak yang diuntungkan dan umat manusia tiada lain hanyalah hamba yang harus selalu siap patuh (tidakkah anda merasakan tema-tema ini sangat familiar ? Kita hanya mengganti pada dewa itu dengan sosok atau sebutan yang lain.