Pernahkah kita menemukan komentar yang mengecohkan isu dari objek diskusi pada saat ada perdebatan? Biasanya hal itu muncul dalam postingan di media sosial atau sebuah diskusi dengan bahasan yang gak jauh-jauh dari persoalan politik maupun isu sosial, namun gak jarang juga ditemukan dalam aktivitas sehari-hari yang tanpa sadar mungkin pernah kita lakukan.

Pengecohan dalam diskusi bisa terjadi secara sengaja atau tidak, didasari oleh kesalahan berpikir atau yang sering disebut dengan logical fallacy. Biasanya pelaku logical fallacy seakan-akan menutup mata dan membiarkan ketidakmampuannya berpikir secara kritis sebagai argumen untuk menghadapi lawan debatnya.

cacat logika

Sebelum kita mulai, adalah penting membedakan antara bias kognitif dan kesalahan logika (logical fallacies). Kesalahan logika adalah sebuah eror dalam argumentasi logis. Sedangkan bias kognitif adalah, sebuah defisiensi yang murni atau keterbatasan pikiran, sebuah kelemahan dalam menilai yang timbul akibat kesalahan dalam memori, atribusi sosial, dan miskalkulasi (seperti kesalahan statistik atau kesalahan dalam hal sense of probability).

Pengertian sesat logika (logical fallacy)

Kesalahan logika, atau yang sering disebut juga logical fallacy, merupakan cacat atau sesat penalaran, yang tidak hanya sering (secara tak sengaja) digunakan oleh orang-orang yang kemampuan penalarannya terbatas, tetapi juga sering (secara sengaja) digunakan oleh orang-orang tertentu, termasuk media, untuk mempengaruhi orang lain.

Secara istilah nya logical fallacy adalah kesalahan pada argumen dalam logika berpikir seseorang, atau sebut saja ialah
sesat berpikir, sedangkan secara bahasanya logical fallacy yang kata fallacy berasal dari bahasa latin yaitu fallacia = deception atau dalam bahasa Indonesia adalah tipu muslihat.[1]

Sesat logika (logical fallacy) adalah merupakan bagian dari studi logika dan filsafat ilmu. Dalam kajian studi logika dan filsafat ilmu logical fallacy adalah merupakan cara berpikir yang salah/sesat berpikir. Cara bepikir yang salah akan menimbulkan aksi yang salah dalam merespon. Sehinga apabila menggunakan logical fallacy maka akan mendapat respon yang tidak sesuai harapan.

Klasifikasi sesat logika (logical fallacy)

Dalam sejarah perkembangan logika terdapat berbagai macam tipe kesesatan dalam penalaran. Walaupun model klasifikasi sesat logika (logical fallacy) yang dianggap baku hingga saat ini belum disepakati para ahli, mengingat cara bagaimana penalaran manusia mengalami kesesatan sangat bervariasi, tetapi secara sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material.

Sesat logika (logical fallacy) formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (formal) penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen.

Sesat logika (logical fallacy) material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi) penalaran. sesat logika (logical fallacy) ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan. Sesat logika (logical fallacy) meterial juga dapat teriadi karena memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi). Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata itu dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, tetapi dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya. Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran.

Jenis-jenis sesat logika (logical fallacy) Relevansi

Sesat logika (logical fallacy) Relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi terarah kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya.

Sesat logika (logical fallacy) ini timbul apabila orang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premis nya. Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak terkandung dalam/ atau tidak merupakan implikasi dari premisnya.[2]

Jadi, penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan adanya hubungan logis antara premis dan kesimpulan, walaupun secara psikologis menampakkan adanya hubungan. Namun, kesan akan adannya hubungan secara psikologis ini sering kali membuat orang terkecoh.

Argumentum ad Hominem Tipe I (abusif)

ad-hominem-attacking

Ad Hominem berasal dari bahasa latin ad hominemis yang kurang lebih berarti melawan personalnya. Ini mungkin menjadi jenis kesalahan logika yang paling sering ditemukan di sekitar kita. Kesalahan logika dalam ad hominem terlihat dari bagaimana kritik yang disampaikan juga mengaitkannya dengan karakter, latar belakang, fisik, dsb dari seseorang yang sebenarnya tidak relevan.[3]

Ad hominem bukan cuma menjadi sebatas penghinaan, karena pada akhirnya hinaan tersebut dijadikan sebagai “bukti pendukung” dari kesimpulan yang salah. Orang yang menggunakan ini juga menunjukkan ketidaktahuan terhadap kebenaran dari isu yang sedang dibahas. Dalam lingkungan sosial, ad hominem menjadi sebuah tanda ketidaksetujuan mulai mengarah kepada konflik. Tidak peduli itu dalam sebuah keluarga, hubungan asmara, ataupun masyarakat pada umumnya.[4]

Contoh sesat logika (logical fallacy) Ad hominem tipe I (abusif)

  1. Carl Sagan adalah seorang pemakai ganja, maka karya-karyanya ngawur. 
  2. Jimi Hendrix meninggal karena overdosis, jadi musiknya jelek.
  3. Karena dia hanya murid, maka semua pernyataannya pasti salah.
  4. Mengurus rumah tangga aja nggak becus, apalagi mengurus negara.
  5. Mendidik anak sendiri aja tidak mampu, mau mendidik orang lain.
  6. Badannya kurus, klemar-klemer, plonga-plongo, mana bisa memimpin negara.

Kesesatan berpikir: Menyerang pribadi atau reputasi seseorang bukan sebuah argumen.

Contoh lain suatu saat ada seorang dokter yang mempunyai badan gemuk menceritakan tentang pola hidup sehat dan pentingnya pengaturan pola konsumsi makanan, lalu orang yang mendengar nasihat tersebut bilang “dokternya aja gemuk kok ngajari kita cara makan yang benar.  Itu ad hominem, si pendengar tidak beragumen terhadap pola hidup sehat dan cara pengaturan makanan tetapi menyerang pribadi bahkan fisik dari pemberi informasi.

Argumentum ad Hominem Tipe II (sirkumstansial)

Berbeda dari argumentum ad hominem Tipe I, ad hominem Tipe II menitikberatkan pada perhubungan antara keyakinan seseorang dan lingkungan hidupnya. Pada umumnya ad hominem Tipe II menunjukkan pola pikir yang diarahkan pada pengutamaan kepentingan pribadi, sebagai contoh: suka-tidak suka, kepentingan kelompok-bukan kelompok, dan hal-hal yang berkaitan dengan SARA.

Contoh sesat logika (logical fallacy) Ad hominem tipe II (sirkumstansial)

  1. Dosen yang tidak meluluskan mahasiswanya karena mahasiswanya berasal dari suku yang ia tidak suka dan sering protes di kelas, bukan karena prestasi akademiknya yang buruk.
  2. Tidak setuju dengan apa pendapat orang lain dengan alasan berbeda agama.
Baca Juga:  Salah satu alasan negara cina cepat maju

Argumentum ad baculum

Mendesak orang menerima suatu ide, konsep atau argumen dengan menakut-nakuti atau mengancam. Argumentum ad baculum banyak digunakan oleh orang tua agar anaknya menurut pada apa yang diperintahkan, seperti menakut-nakuti anak kecil: Bila tidak mau mandi nanti didatangi oleh wewe gombel. Argumen ini dikenal juga dengan argumen ancaman yang merupakan pernyataan atau keadaan yang mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan jika menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan.[5]

Contoh sesat logika (logical fallacy) Argumentum ad baculum:

  1. Kalau kamu tidak setuju denganku, kamu akan celaka.
  2. Siapapun yang tidak percaya pada agamaku, akan masuk neraka.
  3. Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar tapi karena kalau ia tidak terlihat sedang belajar, ibunya akan datang dan mencubitnya.

Jenis argumentum ad baculum yang juga dapat terjadi adalah mengajukan gagasan yang bersifat tuntutan agar didengar dan dipenuhi oleh pihak penguasa, tetapi gagasan itu didasari oleh penalaran yang samasekali irasional dan argumen yang dikemukakan tidak memperlihatkan hubungan logis antara premis dan kesimpulannya.

Appeal to emotion

Appeal to the emotion (appeal to pity); adalah sesat logika (logical fallacy) yang timbul dari argumentasi pemikiran yang bersifat mengasihani, bermurah hati, ketidaktegaan atau terkait dengan hati nurani.[6] Cirinya adalah menggunakan manipulasi perasaan (emosi) seseorang dalam berargumen daripada membuat argumen yang logis.

Contoh sesat logika (logical fallacy) Appeal to the emotion:

A : “Pejabat partai X menjadi tersangka korupsi!”
B : “Tidak mungkin dia korupsi, dia orang baik. Lihat saja dia sering menyumbang ke orang-orang miskin.”

A: “Saya merasa aneh mengapa Pejabat X tidak setuju dengan program kesejahteraan”
B: “Mana mungkin orang baik seperti dia salah. Lihat saja kedermawanannya di masyarakat.”

Patokan untuk menilai suatu kebenaran adalah fakta dan bukti empiris, bukan argumen yang berbasis emosi semata.

Argumentum ad populum

Argumentum ad populum adalah argumen yang menilai bahwa sesuatu pernyataan adalah benar karena diamini oleh banyak orang. Tipe ini merupakan kesesatan berpikir yang muncul dari kesimpulan yang mengacu pada pandangan populer atau standar yang diciptakan masyarakat. [7]

Contoh sesat logika (logical fallacy) Argumentum ad populum:

  1. Satu juta orang Indonesia menggunakan jasa layanan seluler X, maka sudah pasti itu layanan yang bagus.
  2. Semua orang yang saya kenal bersikap pro Presiden. Maka saya juga tidak akan mengkritik Presiden.
  3. Mana mungkin agama yang saya anut salah, lihat saja jumlah penganutnya paling banyak di muka bumi.
  4. Perempuan yang bisa menjadi calon istri yang ideal adalah yang pintar memasak dan punya waktu untuk mengurus anak

Sebuah argumen atau ide itu benar bukan dinilai dari seberapa banyak orang menyetujui atau mengamininya.

Appeal to authority

Appeal to authority adalah sesat pikir ketika nilai penalaran ditentukan oleh keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya. Jadi suatu gagasan diterima sebagai gagasan yang benar hanya karena gagasan tersebut dikemukakan oleh seorang yang sudah terkenal karena keahliannya. Dalam argumentum auctoritatis ini dilihat dari siapa (posisinya dalam masyarakat/ keahliannya/kewibawaannya) yang mengemukakan.

Contoh sesat logika (logical fallacy) appeal to authority:

  1. Presiden Suharto berkata bahwa komunis dan orang-orang ideologi kiri tidak bermoral. Hal ini pasti benar karena dia Presiden.
  2. Tokoh agama itu menyatakan bahwa poligami baik untuk semua orang.
  3. Kelas kita tuh kelas paling keren! kata Kepala Sekolah sih gitu.

Kesesatan berpikir: Mendasarkan argumen pada pendapat orang karena jabatan atau kedudukannya, bukan karena penelitian atau keahliannya, adalah suatu kesalahan logika.

Argumentum ad ignoratiam

Argumentum ad ignoratiam adalah sesat logika (logical fallacy) yang terjadi ketika suatu argumen yang dinyatakan benar karena tidak terbukti salah. Ketika ada orang yang membenarkan sesuatu karena belum terbukti keberadaannya, maka ia telah melakukan cacat logika ini.

  1. Misalnya, ketika guru mengatakan di depan kelas, “karena tidak ada yang bertanya mengenai materi tadi, besok kita ujian.”
  2. Sorang guru bertanya di depan kelas “ada yang ingin bertanya?” karena tidak ada yang menjawab dia berkesimpulan “ saya anggap kalian mengerti semua ya”.

Didasarkan karena ketidaktahuan. Kesalahan atau kebenaran suatu premis ataupun kesimpulan sama–sama tidak dapat dibuktikan

Straw Man Fallacy

Sesat logika straw man fallacy terjadi ketika seseorang melakukan kesalahan interpretasi (mendistorsi pesan) terhadap lawan bicaranya hanya karena satu dua argumen atau ciri khas tertentu yang disampaikan sang lawan. Pemikiran ini biasanya terjadi pada dua orang yang saling berdebat dalam suatu forum. Ketika masuk pada sesi argumentasi, argumen lawan bicara seolah-olah direspon dengan argumen baru yang tidak nyambung sama sekali.

Orang dengan sesat pikir strawman fallacy punya cara “mengubah argumen lawan” menjadi argumen baru, yang dia anggap argumen orang tersebut, untuk kemudian dia serang. Padahal argumen itu sama sekali gak pernah keluar dari orang itu. Makanya, si orang ini jadi kayak ngebuat “orang-orangan sawah” sebagai pengganti lawan bicaranya untuk kemudian dia serang.

Contoh Straw Man Fallacy

  • Sewaktu kamu unfollow temanmu di media sosial, karena dia jarang posting, lalu orang tersebut berkesimpulan: kamu tidak mau berteman lagi sama dia
  • Seorang ayah menyuruh anak istirahat setelah sekian jam kamu bolak-balik menghadap layar smartphone, tapi anak tersebut malah marah dan dan berkesimpulan, bahwa ayahnya tidak ingin anaknya menjadi pintar dan update akan isu terkini.
  • Pada forum diskusi pemilihan ketua BEM Amir berargumen bahwa BEM perlu memangkas biaya operasional kantin untuk dialokasikan pada kegiatan sosial BEM. Budi merespon argumen Amir dan menilai Amir tidak ingin memajukan kantin kampus.

Orang-orang yang menggunakan strawman fallacy menerapkan lima langkah ini:

  1. Abaikan pernyataan asli.
  2. Buat pernyataan baru yang seolah-olah punya lawan bicara.
  3. Kalahkan pernyataan baru (buatannya sendiri).
  4. Umumkan kemenangan ke seantero jagat raya.
  5. Berikan tarian kemenangan.

Cacat logika strawman fallacy: membuat argumen baru, dan dibuat seolah-olah itu adalah argumen yang keluar dari orang lain. Padahal tidak ada yang pernah memiliki argumen tersebut.

The red herring 

Red herring ini adalah kesalahan berpikir ketika seseorang membawa topik yang tidak relevan untuk mengalihkan perdebatan. Atau bahasa gaulnya ‘Ditanya apa jawabnya apa’. Kesesatan berpikir ini biasanya mengalihkan pembicaraan dari satu isu ke isu yang lain dengan tujuan mengecoh fokus orang yang memberikan opini. Saat seseorang menghindari pertanyaan dan menegaskan sesuatu yang tidak relevan, dikatakan bahwa dia mengintrodusir red herring (ikan busuk) ke dalam argumen.

Baca Juga:  Fhandy Pandey is a professional specializing in energy technical expertise, geothermal engineering, and greenhouse gas (GHG) consulting.

Contoh

  • Ada temanmu yang mengatakan bahwa menurut artikel yang dia baca, merokok itu dapat merusak kesehatan. Lalu, temanmu yang merokok menimpali bahwa selama dirinya merokok, dia gak pernah mengalami gejala yang membuat dirinya merasa sakit, sehingga pernyataan bahwa merokok merusak kesehatan adalah hal yang belum tentu benar.

Red Herring terjadi saat ada hal yang tidak relevan yang diangkat ke dalam sebuah argumen. Orang mungkin berpikir (dan ingin kita berpikir) bahwa hal yang diangkat itu membuktikan dia benar, padahal sebenarnya tidak.

Kalau seseorang mengatakan “Aku tidak tahu,” dan tidak menjawab pertanyaan, dia tidak melakukan red herring. Dia masih menjawab pertanyaan – hanya saja dia tidak tahu jawabannya.

Contoh bukan cacat logika Red herring
Anak laki-laki       : “Berapa akar pangkat dua dari 234,09667?
Ayah                    : “Ayah tidak tahu. Kenapa tidak pake kalkulator saja?“

Sang ayah tidak menghindari pertanyaan anaknya. Dia memberi jawaban dengan mengakui bahwa dia tidak tahu jawaban yang benar.

Jika kita ingin menunjukan intelektualitas, buatlah argumen dengan dasar ilmu pengetahuan yang mumpuni dan tidak bercelah.

Hasty Generalization

Hasty Generalization, adalah argumen atau pemikiran yang mengeneralisasikan (umum) sesuatu atau kejadian padahal belum tentu kebenarannya sehingga jadi sesat pikir. Hasty Generalization biasanya membuat kesimpulan berdasarkan skala kecil tanpa mempertimbangkan seluruh fakta. Hasty Generalization (Overgeneralization)

Contoh sesat logika (logical fallacy) hasty generalization:

  1. Semua lelaki didunia ini brengsek/buaya
  2. Semua orang batak jago menyanyi
  3. Saya banyak mantan pacar. Cowok di daerah A banyak php, begitu juga cowo di daerah B dan C. Saya simpulkan semua cowok di kota ini tukang php!
  4. XAyahku merokok 3 bungkus sehari dan hidup sampai umur 70 tahun. Oleh karena itu merokok tidak terlalu buruk untukmu.

Kamu tidak bisa membuat kesimpulan secara umum hanya dengan mengambil beberapa contoh kasus. Seperti contoh pertama, bisa saja cowok di daerah lain di kota tersebut ada yang baik dan serius dalam berhubungan, dan kamu tidak bisa mengambil resiko untuk kesehatanmu dengan hanya meneliti satu kasus seorang pria perokok seperti contoh kedua. Hasty Generalization bisa dihindari dengan mengamati setiap aspek dari argumen yang dibahas.

Post Hoc

Post hoc adalah sesat logika (logical fallacy) yang terjadi karena kesalahan dalam pengambilan keputusan dari hubungan sebab-akibat. Cacat logika post hoc yang dilakukan karena penarikan penyimpulan sebab-akibat dari apa yang terjadi sebelumnya adalah penyebab sesungguhnya suatu kejadian berdasarkan dua peristiwa yang terjadi secara berurutan. Orang lalu cenderung berkesimpulan bahwa peristiwa pertama merupakan penyebab bagi peristiwa kedua, atau peristiwa kedua adalah akiat dari peristiwa pertama – padahal urutan waktu saja tidak dengan sendirinya menunjukkan hubungan sebab-akibat.

Contoh sesat pikir Post Hoc:

  1. Cecak pembawa malapetaka karena di hari sebelumnya seseorang kejatuhan cecak dan di hari berikutnya seseorang itu kecelakaan.
  2. Seseorang menderita suatu penyakit setelah mendapatkan vaksin, maka vaksin penyebab sakit tersebut.

Begging the Question

circular-reasoning-has-ruined-discussion

Begging the Question terjadi ketika suatu pihak gunakan pola pikir yang melingkar. Begging the Question argumen sirkular, yang mana kesimpulan argumen tersebut sudah ada di premis / pertanyaan yang diajukan. Bentuk logical fallacy ini terjadi ketika seseorang menggunakan pola pikir yang melingkar-lingkar, sehingga pola pikirnya menjadi tidak jelas bagian mana yang argumen dan mana pendukung.

Contoh sesat logika (logical fallacy) Begging the Question:

  • Buku tersebut benar, karena tertulis di buku itu bahwa buku itu benar
  • Hijau adalah warna terbaik, karena warna hijau paling berwarna hijau dari semua warna
  • Kamu bertanya pada seseorang dimana rumah Pak Budi. Orang tersebut menjawab disamping masjid nurul ikhlas. Lalu kamu bertanya, dimana letak masjid nurul ikhlas? Orang tersebut menjawab disamping rumah pak Budi.

Sesat logika (logical fallacy) slippery Slope

Slippery Slope adalah kesalahan dalam berpikir secara logika dimana adanya asumsi-asumsi yang datang dari berbagai arah kemudian asumsi-asumsi tersebut dihubungkan satu sama lain tanpa dilandaskan oleh proses penelitian atau pengamatan sehingga akan menghasilkan informasi yang tidak akurat (tidak benar) karena tidak memiliki bukti yang jelas dan koheren. 

Sesat berpikir tipe ini menghubungkan proses yang panjang antara satu ha ke satu hal yang lain. Proses yang panjang tersebut adalah suatu hal yang runtut namun pada akhirnya menimbulkan kesimpulan yang kurang tepat atau cenderung ngawur.

Contoh sesat logika (logical fallacy) slippery Slope seperti ini,

  • Pulpen hilang, gabisa nulis -> gabisa nulis, gangerjain tugas -> gangerjain tugas, nilai jelek -> nilai jelek, galulus -> galulus, susah dapet kerja -> susah dapet kerja -> pengangguran -> pengangguran, gapunya uang buat makan -> gapunya uang buat makan, kelaparan -> kelaparan, meninggal. kesimpulannya, pulpen hilang = meninggal. Padahal kejadian hilangnya pulpen tidak mungkin sampai pada tahap akhir. Kesalahan berpikir ini sebetulnya hanya untuk lucu-lucuan saja, tapi bakal berbahaya juga kalau sampai dianggap serius. Contoh dampak buruknya yaitu membuat orang jadi overthinking.
  • Kamu ngerjain PR, maka kamu bakalan pintar. Kamu pintar, maka ulangan bakal lancar. Ulangan bakal lancar, nilai bakal bagus. Nilai bagus, kamu bakal diterima beasiswa kuliah di Inggris. Kuliah di Inggris, kamu bisa ketemu bule. Ketemu bule, kamu bisa ajak kenalan lalu pacaran sama si bule.

Burden of proof reversal

Menyatakan bahwa orang lain lah yang harus membuktikan suatu klaim, bukan si pembuat klaim. Sesat pikir ini terjadi ketika seseorang berargumen tetapi ketika ditanyakan alasannya, orang itu akan meminta orang lain memberikan alasan. Hal ini sering terjadi ketika seseorang berargumen tidak berdasarkan data dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki.

Burden of proof reversal “menggeser beban pembuktian” adalah mengklaim sesuatu yang membutuhkan pembuktian, tetapi lalu menuntut pihak lain untuk memberikan bukti sebaliknya dari hal yang mereka klaim.

Contoh sesat logika (logical fallacy) burden of proof reversal:

  1. Gajah warna merah muda itu nyata hidup di mars. Jika tidak percaya coba buktikan tidak ada.
  2. Alien itu nyata, coba buktikan kalau alian itu tidak ada

False Dichotomy

Jenis sesat berpikir False Dichotomy adalah “hitam ya hitam, putih ya putih, tidak ada abu-abu”. Biasanya orang yang berpikir dengan cara ini adalah orang yang wawasannya sempit atau cenderung close minded. False dichotomy adalah kesalahan berpikir yang menganggap bahwa hanya ada dua pilihan terhadap suatu kasus, walau nyatanya ada pilihan-pilihan lain di antaranya.

Baca Juga:  Salah satu alasan negara cina cepat maju

Contoh sesat berpikir False Dichotomy:

  1. si A mendukung penuh kebijakan pemerintah terkait dengan kartu prakerja. Berbeda dengan si B yang menolak kebijakan tersebut dikarenakan suatu hal.  Si B menilai si A adalah buzzer, sedangkan si A menilai si B orang yang rebel alias anarki. Walaupun si A mendukung kebijakan pemerintah, bukan berarti si A adalah buzzer pemerintah. Begitupula si B, walaupun menolak kebijakan tersebut tidak membuat si B adalah anti pemerintah sepenuhnya.
  2. Kalau kamu tidak dukung Jokowi, berarti kamu pendukung Prabowo.
  3. Kamu banyak berteori, kamu pasti nggak bisa praktek.

Dampak negatif sesat logika (logical fallacy)

Sayangnya, menghindari kesalahan logika seperti ini dalam kehidupan sehari-hari sangatlah susah, bahkan untuk mendeteksinya saja sungguh perlu kecermatan setiap detil kata/ kalimat yang diungkapkan. Kesesatan logika yang kita temui setiap harinya pun sebenarnya sangat efektif digunakan untuk provokasi, menggiring opini publik, pembentukan sebuah regulasi, pembunuhan karakter, atau penghindaran jerat hukum. Padahal jika ingin menemukan sebuah solusi kebenaran maka akan terasa lebih bijak jika kita bersama-sama membahas substansi masalah yang ada dan bukan sekedar menginginkan pendapatnya diterima oleh orang lain. Memang, dengan memanfaatkan kesalahan logika dalam sebuah silat lidah kita dapat memenangkan suatu diskusi, namun itu menjauhkan kita dari esensi penyelesaian permasalahan. Suatu bangsa akan maju ketika masyarakatnya sudah terbiasa berdiskusi secara konstruktif, termasuk pula bebas dari kesalahan-kesalahan logika saat berargumentasi.

Misalnya, kita datang terlambat ke kantor kemudian kita menyalahkan traffic light yang berwarna merah sehingga menghalangi kita sampai di kantor tepat waktu. Atau ketika kita gagal ujian, kita salahkan hujan yang datang terus menerus.

Gejala argumentum ad hominem seperti ini menghalangi kita untuk belajar jujur mencari sebab suatu masalah.

Jeda traffic light saat berubah dari warna merah menjadi warna hijau tentu saja tidak berubah setiap harinya. Lalu mengapa di lain hari kita bisa datang tepat waktu, namun di waktu yang lain kita datang terlambat? Apa benar traffic light yang menjadikan kita terlambat? Atau memang karena kita yang terlambat bangun pagi? Lalu, apa salah hujan ketika kita tidak bisa mengerjakan soal ujian? Badai kah? Tentu saja kejujuran dari masing-masing diri kita yang mampu menjawabnya.

Sebetulnya, logical fallacy sering kali dimanfaatkan dalam kasus politik. Mengapa demikian? Karena para pemikir politik hendak memanfaatkan suara rakyat agar rakyat dapat sepakat dengan apa yang mereka kehendaki. Belum
lagi pada saat masa – masa menjelang pemilu, para pasangan calon pemilu pasti mengadakan kampanye yang mana pada kondisi ini mereka akan menyampaikan argumen – argumen yang terkandung unsur logical fallacy. Simple saja, Tujuan dari mereka melakukan logical fallacy ini agar rakyat memilih mereka karena rakyat belum memahami logical fallacy dan belum bisa mengidentifikasi seperti apa logical fallacy itu.

Kesalahan penalaran atau logical fallacy dalam berpendapat seperti ini akan menimbulkan kesalahan dalam pemaknaan tujuan kebijakan oleh masyarakat. kondisi seperti ini membuat masyarakat menjadi apatis dengan pemerintah sehingga memicu timbul konflik yang dapat bersifat disintegratif bagi bangsa.

Logical fallacy yang terjadi dalam proses pemerintahan akan berdampak kepada stabilitas dan kredibilitas pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan dimata masyarakat. Kita sering menjumpai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memantik konflik ditengah masyarakat, hal tersebut disebabkan adanya logica fallacy yang terjadi dalam pengambilan kebijakan tersebut.

Dalam proses pemerintahan ada terdapat satu faktor penyebab terjadinya konflik, yakni kesalahan dalam dialektika. Artinya pemerintah mengeluarkan suatu alasan kebijakan yang tidak sesuai dengan alur pemikiran yang benar dan bertentangan dengan logika umum (masyarakat). 

Bila ada dua orang yang terlibat dalam sebuah konflik atau perdebatan, ada kemungkinan masing-masing pihak tidak dapat menemukan titik temu karena mereka tidak mengetahui apakah argumen masing-masing itu benar atau keliru. Hal ini terjadi ketika masing-masing pihak beragumen atas dasar titik tolak dari ruang lingkup yang berbeda satu sama lain.

Coba saja kamu kamu pikirkan, bahwasannya secara kompleks semua hal yang berkaitan dengan negara demokrasi dimulai dari hukum, hal baik ataupun buruk, pemimpin serta jajarannya, undang – undang dan masih banyak lagi.
Perlu kita sadari bahwa semua hal itu dapat diperoleh dan terbentuk dari persetujuan suara rakyat. Sedangkan saja, jika rakyat pada negara itupun tidak memahami logical fallacy itu apa? Maka, sudah jelas bahwa negara demokrasi
yang terbentuk adalah negara yang terbentuk secara kurang baik karena rakyatnya masih dalam kategori terjebak logical fallacy. So,memahami logical fallacy sangatlah penting agar suara kita tidak dimanfaatkan oleh oknum–oknum untuk keperluan politik belaka.

Dalam menjawab kebutuhan rakyat pemerintah harus menghindari pernyataan, sikap dan kebijakan yang bisa membuat rakyat semakin apatis melihat negaranya. Pemerintah diharapkan dapat menghindari hal yang bisa membuat perdebatan tidak berkualitas di ruang publik dalam memaknai logical fallacy yang terjadi dalam suatu kebijakan yang dibuat.

Logical fallacy merupakan sebuah kesalahan yang besar, karena bisa menjebak perdebatan konstruktif menjadi debat kusir penuh retorika. Beberapa jenis kesesatan penalaran dipelajari sebagai lawan dari argumentasi logis. Teknik berargumen jenis ini bisa dilontarkan tampak sangat frontal ataupun disampaikan dengan bahasa yang sangat halus hingga tidak ada orang yang menyadarinya. Namun yang paling penting, logical fallacy menghasilkan sebuah kesimpulan yang sesat karena tidak disusun dengan logika yang benar.

Referensi:
  1. Gensler, Harry J. (2010). The A to Z of Logic. Rowman & Littlefield.[]
  2. Pirie, Madsen (2006). How to Win Every Argument: The Use and Abuse of Logic[]
  3. Bowell, Tracy; Kemp, Gary (2010). Critical Thinking: A Concise Guide. Abingdon, Oxon: Routledge. hlm. 210–213.[]
  4. Frans H. Van Eemeren & Rob Grootendoorst, “Argumentum Ad Hominem: A Pragma-Dialectical Case in Point” in Fallacies: Classical and Contemporary Readings, edited by Hans V. Hanson & Robert C. Pinto (Penn State Press, 1995), pp. 223-228.[]
  5. John Woods: Argumentum ad baculum. In: Argumentation. Vol. 12, No. 4 (November 1998), pp. 493–504[]
  6. Labossiere, Michael C. “Fallacy: Appeal to Emotion”. Nizkor Project. []
  7. Conway, David; Munson, Ronald (1997). The Elements of Reasoning[]