Terkadang kita tertarik juga membaca artikel seputar zodiak dan hal-hal terkait ramalan. Di sisi lain, astrologi digolongkan sebagai pseudosains sejak berabad-abad lampau. Zodiak berbeda dengan astrologi. Zodiak merujuk pada area khayak di langit yang dibagi menjadi 12 rasi, sesuai posisi bintang yang terlihat, misalnya Leo, Aries, Sagitarius.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan astrologi[1]/as·tro·lo·gi/ sebagai ilmu perbintangan yang dipakai untuk meramal dan mengetahui nasib orang atau dengan kata lain ilmu nujum. Sementara horoskop sendiri menjadi bagian dalam astrologi. Bentuknya bagan, atau diagram, yang mewakili posisi matahari, bulan, dan planet, dan dijadikan pedoman astrolog untuk meramal nasib seseorang.

Panduan meramal terkait tanggal kelahiran seseorang, misalnya, bisa menggunakan zodiak. Semua orang bisa diidentifikasi pada satu rasi bintang tertentu. Jika si A lahir pada periode tanggal 23 Agustus sampai 22 September, maka si A rasi bintangnya adalah Virgo. Begitu seterusnya, sampai tidak ada manusia yang tidak punya rasi bintang. Dalam zodiak muncul pelekatan sifat-sifat tertentu yang konon akurat. Misalnya, orang dengan rasi bintang Cancer dibilang mudah tersinggung atau terbawa perasaan, sementara Leo dominan serta kompetitif. Sayangnya, saat sains mulai berkembang di Eropa, astrologi makin dipertanyakan statusnya.

bintang horoscope-1371877_640
12 Sumber gambar: https://pixabay.com/

Astrologi adalah pseudoscience

Secara harafiah, pseudoscience berasal dari bahasa Yunani ‘pseudo’ yang berarti ‘bukan yang sebenarnya’ atau ‘palsu’ dan ‘science’ yang berarti ‘pengetahuan’. Sedangkan, secara terminologi, pseudoscience adalah sebuah klaim, kepercayaan, atau praktek yang dibawakan secara ilmiah namun tidak memenuhi standar-standar metode ilmiah. pseudoscience mungkin kelihatan ilmiah, tetapi tidak memenuhi persyaratan metode ilmiah yang dapat diuji dan sering kali berbenturan dengan kesepakatan/konsensus ilmiah yang umum[2].

Beberapa abad yang lalu, astrologi dipercaya sebagai satu ilmu sains yang valid untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di Bumi melalui pergerakkan bintang-bintang dan planet. Bahkan astrologi sering digunakan untuk menjelaskan masa depan seseorang termasuk kematiannya. Jaman dulu, astrologi dan astronomi sangat sulit dipisahkan. Sampai akhirnya ditemukan teleskop pada tahun 1600-an dan manusia mampu meneropong benda-benda angkasa, barulah orang mulai percaya bahwa pergerakkan bintang tidak serta merta menjelaskan masa depan dan kehidupan kita perorangan.

YouTube video

Astronomi dan astrologi mulai terlihat bedanya. Astronomi adalah ilmu alam yang mempelajari benda-benda langit dan fenomenanya. Sementara astrologi mulai dianggap sebagai pseudosains, yaitu sesuatu yang dianggap saintifik, tapi tidak memiliki cukup bukti-bukti saintifik untuk menjelaskannya.

Sebuah ilmu akan dikatakan sebagai pseudosains[3], jika dan hanya jika:

  1. Teori ini tidak berkembang dalam jangka waktu yang lama, dan menghadapi banyak masalah yang belum terpecahkan;
  2. Komunitas praktisi/ahli dari bidang ilmu ini melakukan sedikit upaya untuk mengembangkan teori ini. Praktisi juga tidak berusaha memecahkan masalah dari ilmu ini dan tidak menunjukkan perhatian untuk mengevaluasi hubungan teori ini dengan disiplin ilmu lain orang lain.

Astrologi memenuhi kriteria ini, karena :

  1. Astrologi tidak menunjukkan perkembangan signifikan dan tidak menambahkan penjelasan tambahan sejak zaman Claudius Ptolemeus (Abad 2 Masehi)
  2. Komunitas Astrologi tidak begitu peduli permasalahan yang ada dan tidak berusaha mengevaluasi dan mengembangkan astrologi
  3. Ada ilmu yang lebih saintifik untuk menerangkan tentang kepribadian yang ada dalam ilmu Psikologi

Apa itu Barnum Effect serta kaitannya dengan ramalan

Apa sering kita cari karaktermu berdasarkan zodiak atau golongan darah? Terus kita bilang ‘kok aku banget sih..’ atau kita pernah baca ramalan bintang nih? Atau ramalan tarot dan sejenisnya? Dan percaya kalau itu related dan akurat sama kehidupan kita? Atau mungkin kita juga percaya dengan trik-trik sulap yang kadang buat kita merinding seolah-olah ada ilmu sihir di dalamnya?

Menemukan suatu hal yang sangat mirip dengan kondisi pribadi memang bikin kagum dan heran. Hal-hal tentang masa depan selalu memiliki daya tarik. Saking misteriusnya, ada orang-orang yang rela mengeluarkan biaya khusus untuk mengintip gambaran masa depannya. Saking kagumnya, terkadang informasi tersebut langsung dipercaya mentah-mentah. Dalam dunia psikologi, fenomena tersebut dinamakan Barnum Effect[4]. Singkatnya, Efek Barnum merupakan bentuk manipulasi psikologis.

Efek barnum atau Efek forer, juga disebut sebagai Efek barnum-forer, adalah suatu fenomena psikologis ketika seseorang menganggap akurat deskripsi mengenai diri mereka yang seolah dibuat khusus untuk mereka, padahal deskripsi itu sebenarnya sangat umum sehingga dapat berlaku untuk banyak orang. Efek ini menjelaskan mengapa banyak orang percaya dengan praktik-praktik tidak ilmiah seperti astrologi, ramalan, grafologi, pembacaan aura dan beberapa jenis tes kepribadian.[5]

Fenomena yang terkait dengan efek Forer adalah validasi subjektif. Validasi subjektif terjadi ketika dua peristiwa yang acak dan tidak terkait dianggap berhubungan agar sesuai dengan keyakinan, harapan atau hipotesis seseorang. Contohnya, saat membaca kolom horoskop, pembaca secara aktif mencoba mengaitkan isi horoskop tersebut dengan aspek kepribadian mereka.[6]

Hal serupa pun terjadi saat seseorang membaca tarot, aura, garis tangan, ataupun hal paranormal lainnya. Hasil tes atau pembacaan tarot yang kita dapatkan sebenarnya juga berlaku bagi orang lain, baik orang yang kita kenal maupun tidak. Akan tetapi, efek ini memberikan kesan seolah kita berbeda, unik, dan tidak dapat disamakan dengan siapa pun.

Baca Juga:  Pengertian Denial Dan Penyebab Manusia Denial

Karena hal tersebut, jasa ramal pun menjamur, mulai dari yang tradisional, hingga ramal online. Coba saja cari di dengan kata kunci “ramal online” atau “tarot online” di beragam media sosial. Anda pasti menemukan rentetan akun yang menawarkan jasa ramal di sana.

Penyebab Barnum Effect dan alasan orang percaya ramalan

Orang butuh motivasi, dan prediksi yang sesuai harapan akan memotivasi. Hal ini sesuai dengan studi psikologi mengenai persepsi risiko menyatakan bahwa ketidakpastian merupakan salah satu pengaruh paling kuat dari rasa takut[7]. Semakin sedikit informasi yang dikumpulkan, maka perasaan “terancam” semakin kuat. Kurangnya informasi membuat manusia merasa tak dapat melindungi keselamatan atau masa depannya.

Ketakutan akan ketidakpastian bisa digambarkan seperti mengemudi dengan mata tertutup. Tak bisa melihat medan, membuat pengemudi merasa diterkam bahaya. Informasi sekecil apa pun, meski tidak lengkap, atau salah, merupakan kekuatan untuk menghadapi takdir. Itulah fungsi ramalan.

forer-effect
Sumber gambar: https://pixabay.com/

Sebuah percobaan juga dilakukan Pada tahun 1947, seorang psikolog bernama Ross Stagner[8] meminta sejumlah manajer personalia untuk mengambil tes kepribadian. Setelah mereka mengikuti tes, Stagner, alih-alih menanggapi dengan umpan balik berdasarkan jawaban individu mereka yang sebenarnya, masing-masing disajikan dengan umpan balik umum yang tidak ada hubungannya dengan jawaban tes mereka. Sebaliknya hasil penilaian tes yang disajikan justru berdasarkan horoskop, analisis grafis, dan sejenisnya. Masing-masing manajer kemudian ditanyai seberapa akurat penilaiannya. Lebih dari setengah menggambarkan penilaian itu akurat, dan hampir tidak ada yang menyatakan tidak sesuai dengan dirinya.

Pada tahun berikutnya, seorang profesor bernama Forer menguji teori tersebut pada mahasiswanya dengan memberikan “evaluasi” acak dan asal. Ada tiga poin hasil tes kepribadian yang ia karang dengan jawaban umum, yaitu:

  1. “Kamu mempunyai hasrat besar supaya orang menyukai dan mengagumimu.”
  2. “Kamu cenderung kritis terhadap diri sendiri.”
  3. “Kamu punya potensi besar dalam dirimu yang belum kamu maksimalkan.”

Mahasiswanya diminta menilai validitas pernyataan yang mereka dapat dengan skala 1 sampai 5 untuk menunjukkan deskripsi paling bagus. Evaluasi seluruh mahasiswa sekelas menghasilkan rata-rata 4,26. Semakin detail paparan yang diberikan, maka semakin dipercaya pula ramalan tersebut. Hal inilah yang diterapkan pada teknik ramalan horoskop. Spesifikasi kepribadian diberikan berdasar info spesifik: ada tanggal dan bulan lahir.

Forer menghubungkan efek Barnum dengan hal-hal yang mudah menipu.  Efeknya telah dikatakan untuk mengkonfirmasi apa yang disebut “prinsip Pollyanna”, yaitu prinsip yang menyatakan bahwa individu cenderung “menggunakan atau menerima kata-kata positif atau umpan balik lebih sering daripada kata-kata negatif dari umpan balik”.

Orang cenderung mempercayai hasil tes kepribadian yang palsu, asalkan pernyataan yang diberikan bersifat generik dan bernada positif. Contohnya terjadi dalam pembacaan karakter berdasarkan astrologi (horoskop). Sifat manusia yang mudah tertipu membuat mereka cenderung menerima klaim-klaim sesuai keinginannya, ketimbang klaim empiris berdasar standar non-subjektif. Manusia pada dasarnya senang mendengar hal-hal positif tentang diri kita daripada yang bernada negatif.

Tapi apakah astrologi selalu perkara tipu dan bual belaka? Bagi banyak orang, astrologi membantu hidup mereka dan memberikan jalan keluar atas masalah yang demikian pelik. Artikel The New Age of Astrology[9] yang dipublikasikan di www.theatlantic.com memaparkan penyebab lain mengapa kita percaya horoskop di media sosial. Artikel ini menyebutkan, stres mendorong orang untuk menyimak astrologi. Selama beberapa tahun terakhir, kaum milenial, sebagai pengguna terbesar media sosial, adalah kalangan yang kerap mengalami stres—yang diklaim meningkat seiring waktu. “Astrologi membuat mereka bisa membayangkan masa depan yang lebih baik,” tulis Atlantic.

Di era millenial saat ini tidak dipungkiri hal-hal berbau ramalan-ramalan yang bertujuan untuk hiburan dan seru-seruan sangat banyak ditemukan. Mulai dari media sosial semacam Twitter,Instagram,Line hingga Facebook. Bahkan portal-portal berita online pun juga ambil bagian. Sebagai contoh, ketika kita membaca sebuah artikel dan isi artikel tersebut membahas mengenai karakter kepribadian dilihat berdasarkan zodiak ataupun golongan darah, tentu ada rasa penasaran dalam diri setiap individu yang membacanya. Dari hal tersebut ia akan mencari hal-hal yang menurutnya sama persis dengan dirinya. Dan ajaibnya banyak yang merasa apa yang ditulis didalam artikel itu sama persis dengan dirinya. Yang jadi pertanyaan, apakah sang penulis artikel itu adalah seorang dukun atau peramal? Jawabannya TIDAK.

Bagaimana cara kerja ramalan

Coba kita perhatikan potongan pernyataan yang sering ada dalam ramalan kepribadian:

  1. Kamu punya kebutuhan untuk disukai dan dipuja orang lain.
  2. Kamu punya potensi besar yang belum kamu manfaatkan sebaik mungkin.
  3. Beberapa impianmu cenderung tidak realistis.
  4. Kamu adalah pemikir mandiri dan tidak menerima perkataan orang lain tanpa bukti yang jelas.
  5. Sebagai seorang anak, terkadang Anda merasa tidak bahagia dan tidak ada yang memahami Anda.

Kalimat-kalimat di atas umum banget, samar (vague), jadi bisa berlaku untuk siapa saja. Pernyataan ini disebut dengan Barnum statement. Pernyataan diatas bisa berlaku kepada siapa saja kebanyakan, tetapi kita merasa bahwa pernyataan ini khusus ditujukan kepada kepada kita. Prosesnya merupakan sebuah formula bias kognitif bernama subjective validation.

Baca Juga:  Apa Itu Efek Halo (Halo effect), Bias Kognitif Terhadap Kesan Dan Pandangan Pertama Yang Belum Tentu Benar

Ini berlaku pada ramalan zodiak, kata-katanya samar, nggak spesifik. Jadi, bisa mengenai siapa aja. Pisces itu katanya penuh kasih. Lah, kita tau teman kita yang Capricorn juga penuh kasih. Aries itu katanya mandiri. Bukannya, kita yang Pisces juga mandiri. Semua orang juga bisa bilang dirinya mandiri.

Dalam eksperimen lain, seorang astrolog Perancis yang terkenal, Michel Gauquelin ingin menguji profesi astrologi secara ilmiah. Ia menawarkan ramalan horoskop individual gratis untuk setiap pembaca sebuah majalah dan meminta feedback mereka mengenai keakuratan analisis individualnya. Triknya sama dengan eksperimen Forer: ia menggunakan ramalan horoskop yang sama persis ke ribuan pembaca dengan horoskop yang berbeda-beda. Hasilnya? 94% pembaca menjawab bahwa ramalannya sangat akurat dan mendalam[10].

Kejadian diatas adalah contoh validasi subjektif. Orang hanya fokus pada bagian yang benar, yang tepat (hits) dari sejumlah analisis umum. Astrolog mengandalkan kemampuan manusia untuk lebih mengingat “hits” dan melupakan ramalan yang meleset (selective bias). Bahkan, kalo ada prediksi yang akurat, bisa jadi itu kebetulan belaka.

Mungkin kita bisa merasakan sendiri ketika baca ramalan zodiak. Pas baca kalimat yang menurut kita tidak make sense, tidak akan kita hiraukan. Sekalinya baca kalimat yang KEBETULAN benar dengan situasi yang sedang kita hadapi, dalam hati “Wah bener banget!”

Sama juga dengan ramalan kejadian yang akan terjadi. Jika ramalan nggak terjadi, ya kita akan santai aja. Nggak terlalu menghiraukan. Toh, ramalan zodiak doang. Tapi, sekalinya kebetulan tuh kejadian beneran, “Gila, ramalan bintang gw bener!

Efek ini terus terakumulasi dari waktu ke waktu, membuat astrologi tetap berjaya dan dipercaya.

Dampak negatif Barnum effect

Efek Barnum mempunyai dampak negatif yang jauh lebih banyak daripada manfaat positifnya. Meski beberapa ramalan zodiak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, ada baiknya agar kita tidak menelan mentah-mentah ramalan zodiak. Pasalnya, ramalan ini tidak jelas sumbernya dari mana dan bisa ditulis oleh siapa saja. Terus, apa dampak buruknya bila terlalu percaya zodiak?

Mempromosikan uncritical thinking

Bahaya yang paling mengkhawatirkan adalah astrologi mempromosikan uncritical thinkingSemakin kita mengajari orang untuk gampang menerima cerita anekdot, informasi yang dipilih secara cherry-picking (pilih yang mendukung, abaikan yang tidak mendukung), dan omong kosong, semakin sulit pula kita mengajarkan orang untuk berpikir jernih dan kritis. Jika kita tidak bisa berpikir jernih, kemampuan kita sebagai manusia mandiri akan terkikis. Kita akan dengan gampangnya disuapin berbagai hal oleh orang lain, yang kebenarannya masih belum jelas. Kita bakal gampang diarahkan atau diprovokasi oleh orang lain.

Tidak Percaya dengan Diri Sendiri

Orang yang terlalu percaya dengan ramalan zodiak biasanya jadi tidak percaya dengan diri sendiri. Misalnya, ramalan zodiak A mengatakan peluang karier hari ini tidak sebagus hari-hari kemarin. Bisa saja orang dengan zodiak A jadi percaya dan minder saat mengerjakan suatu hal. Dampaknya, benar saja performa kerja pada hari itu jadi menurun.

Membuang sumber daya

Ketika seseorang terlalu percaya dengan hal semacam ini, mereka tak akan segan menghabiskan waktu, tenaga, dan juga uang untuk mendengarkan nasihat yang seakan begitu akurat. Padahal, bisa saja itu adalah nasihat berlaku untuk siapa saja atau kebetulan saja sesuai dengan situasi yang tengah dialami.

Sulit Ambil Keputusan

Karena terlalu bergantung dengan ramalan zodiak, kita jadi sulit mengambil keputusan. Baik dalam masalah keuangan, pertemanan, percintaan, maupun kehidupan sehari-hari.

Tak kalah penting, fenomena ini juga bisa membuat seseorang mengabaikan saran objektif. Mungkin, saran ini tepat dan lebih akurat, datang dari orang terdekat atau saudara. Namun karena “kemasan” dari saran ini tidak misterius seperti halnya ramalan, ada kecenderungan untuk mengabaikannya. Tak hanya itu, bisa jadi muncul keinginan mengacuhkan karena saran yang objektif ini cenderung kurang menyenangkan.

Membatasi Diri dari Hal Luar

Kalau sampai ketergantungan zodiak, seseorang bisa jadi pribadi yang tidak percaya diri dan selalu butuh penguatan dari lingkungan sekitar. Terus, bisa membuatnya jadi membatasi diri dengan hal-hal yang sebenarnya memberikan keuntungan untuknya. Misalnya di ramalan bilang, ‘Jangan buru-buru dekati dia, nanti dia nggak mau.’ Padahal, pasangannya sudah berharap didekati.

Merusak Hubungan Percintaan dan Persahabatan

Karena merasa zodiak tidak cocok dengan zodiak pasangan, kita jadi sengaja memutuskan hubungan. Padahal, tidak ada masalah besar yang membuat kita harus putus dengan pasangan. Hal ini juga bisa berlaku dalam lingkungan persahabatan, ketika kita memutuskan untuk menjauhi teman-teman karena zodiak yang mereka miliki.

Baca Juga:  Konsep Taktik Bertahan Psikologi (Defense Tactic)

Siapa saja yang dapat terpengaruh Barnum Effecct

Studi menunjukkan bahwa efek Forer bersifat universal, bisa terjadi pada siapa saja dan telah diamati pada orang-orang dari banyak budaya dan lokasi. Pada tahun 2009, psikolog Paul Rogers dan Janice Soule melakukan penelitian yang membandingkan kecenderungan orang Barat untuk terpergaruh oleh Efek Barnum[11] dengan kecenderungan orang-orang China. Mereka tidak dapat menemukan perbedaan yang signifikan.

Penelitian selanjutnya menemukan bahwa subjek memberikan peringkat akurasi yang lebih tinggi jika hal berikut ini benar:

  1. Subjek percaya bahwa analisis hanya berlaku untuk dia, dan dengan demikian menerapkan maknanya sendiri pada pernyataan.
  2. Subjek percaya pada otoritas evaluator.
  3. Daftar analisis terutama sifat positif.

Metode di mana profil kepribadian Barnum disajikan dapat mempengaruhi sejauh mana orang mempercayai metode tersebut dan percaya bahwa dari yang disajikan tersebut benar-benar menunjukkan pribadi mereka sendiri. Misalnya, profil Barnum yang lebih personal, mungkin berisi nama orang tertentu, lebih mungkin menghasilkan peringkat penerimaan yang lebih tinggi daripada yang dapat diterapkan pada siapa pun.

Cara menghindari barnum efek

Situasi seperti kadang menggiurkan sehingga membuat orang dengan gampang percaya. Namun cobalah untuk menyadarinya dan melihat kembali ke dirimu sendiri. Apakah itu beneran hal baik atau buruk untuk diri sendiri. Kadang hal-hal positif bisa saja kesannya memanjakan, akhirnya kita tidak lebih berusaha melakukan lebih baik lagi. Sehingga itu yang membuat orang tidak bergerak maju.  Atau seperti playlist yang dibuat untukmu, yang memilih lagu-lagu yang ‘kamu banget’ membuat kamu tidak mengeksplore lagu-lagu lain yang di luar jangkauanmu. 

Jika tak ingin terjebak dalam efek semacam ini, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencerdaskan diri, seperti:

Gunakan logika

Ketika melihat horoskop atau fortune cookie, jangan langsung percaya begitu saja. Logikanya, tulisan dalam kedua ramalan itu dibuat secara massal untuk semua orang yang membacanya. Padahal, belum tentu hal itu akurat apabila diaplikasikan kepada situasi masing-masing.

Cari validitas

Apabila pernah percaya bahwa tes kepribadian yang dilakukan selama beberapa jam bisa menebak karakter seseorang dengan akurat, tunggu dulu. Untuk bisa mendapatkan hasil tes kepribadian yang valid, perlu screening selama bertahun-tahun. Ada kualitas berupa reliability dan validity yang perlu dilakukan untuk bisa menilai kepribadian seseorang secara akurat. Jadi, jangan langsung percaya hasil tes kepribadian secara online atau di majalah karena tidak ada dasarnya secara ilmiah.

Baca dengan saksama

Ketika membaca hasil tes kepribadian atau ramalan, lihat secara saksama. Apabila kalimat yang tertera cenderung sama dan bisa berlaku untuk semua orang, maka tak perlu menganggapnya sebagai sumber yang sangat valid.

Percayakan kepada profesional

Ketika ingin tahu betul kepribadian atau menghadapi masalah terkait hal ini, jangan percaya pada serangkaian kalimat berbau ramalan. Percayakan kepada pihak terapis profesional. Mereka telah berlatih selama bertahun-tahun hingga mendapatkan sertifikasi untuk menilai kepribadian kliennya.Terlebih jika memerlukan penilaian tertentu untuk mengambil keputusan besar. Jangan gegabah dan terjebak dalam Barnum Effect. Sebaiknya, percayakan kepada ahlinya.

Mengetahui info soal zodiak tertentu sebenarnya sah-sah saja. Asalkan, jangan sampai dijadikan keyakinan dalam menjalin sebuah hubungan. Jangan jadikan zodiak sebagai salah satu kriteria mencari pasangan. Tidak ada bukti ilmiah bahwa karakter seseorang persis dengan stereotip horoskop yang banyak diyakini. Kalau ingin tahu diri sendiri, akan lebih mudah menanyakan ke orang-orang terdekat dan banyak instrospeksi buat kemajuan diri sendiri untuk ke depannya.

Referensi:
  1. https://kbbi.web.id/astrologi[]
  2. Cover JA, Curd M (Eds, 1998) Philosophy of Science: The Central Issues, 1–82[]
  3. Thagard, P. (1978). Why Astrology is a Pseudoscience. PSA: Proceedings of the Biennial Meeting of the Philosophy of Science Association, 1978, 223-234[]
  4. “Barnum Effect | psychology”. Encyclopedia Britannica. Retrieved 2018-02-14[]
  5. Tobacyk, Jerome; Milford, Gary; Springer, Thomas; Tobacyk, Zofia (June 10, 2010). “Paranormal Beliefs and the Barnum Effect”Journal of Personality Assessment: 737–739[]
  6. Marks, David F. (2000). The Psychology of the Psychic (edisi ke-2). Amherst, New York: Prometheus Books. hlm. 41. ISBN1-57392-798-8[]
  7. Carroll, Robert. “Barnum effect”The Skeptic’s Dictionary. The Skeptic’s Dictionary. Retrieved 26 February 2017[]
  8. Stagner, Ross (1958-09-01). “The Gullibility of Personnel Managers”Personnel Psychology11 (3): 347-352. doi:10.1111/j.17446570.1958.tb00022.xISSN 1744-6570[]
  9. https://www.theatlantic.com/health/archive/2018/01/the-new-age-of-astrology/550034/[]
  10. Michel Gauquelin (1969). The Scientific Basis for Astrology. Stein and Day Publishers. New York, 1969. Paperback version: Natl Book Network, 1970 ISBN 0-8128-1350-2[]
  11. https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0022022109332843[]