Denial adalah salah satu mekanisme pertahanan (defense mechanism) psikologis yang membantu seseorang menghindari kebenaran yang berpotensi menimbulkan kesedihan. Hal ini juga dapat dilihat sebagai bentuk “penyangkalan” atau “penghindaran” yang merupakan istilah psikologis lain dimana itu menunjukkan seseorang melakukan semua yang mereka bisa upayakan untuk tidak berurusan dengan situasi tertentu. Tapi lebih baik untuk anda memilih untuk mengenali itu, mengakui keberadaannya dalam perilaku anda dapat melakukan keajaiban bagi kemampuan anda untuk tahu kapan melihat situasi secara berbeda dari cara yang biasanya secara alami anda lakukan.

denial

Denial merupakan salah satu istilah psikologi. Seseorang yang menyangkal dan menolak serta tak mau menerima fakta-fakta yang menyakitkan atau yang tidak sesuai dengan keyakinan-keyakinan dan pandangan-pandangannya adalah orang yang denial. Denialisme membuat orang tersebut terjebak untuk hidup dalam dunia ilusifnya sendiri, terkubur dari kenyataan hidup, dan orang ini nyaris tidak lagi mampu keluar dari cengkeramannya. Orang yang denial hidup dalam ilusi dan delusi. Orang denial tersisi dari fakta-fakta kehidupan, dan nyaris tidak lagi mampu keluar dari cengkeramannya. Orang yang sedang denial lebih suka menyerang pendapat orang lain dengan membabi-buta, daripada memeriksa diri sendiri atau kelompoknya. Orang denial akan semakin ekstrim mempertahankan pandangan dan kepercayaan yang dia yakini, walaupun pada kenyataannya pandangan dan keyakinannya itu sudah terbantahkan dan dibuktikan salah! 

Denial akan Memainkan peran defensif, sama seperti represi. Orang denial menyangkal untuk melihat atau menerima masalah atau kesulitan hidup pada dirinya. Denial beroperasi pada taraf preconscius atau conscious.

Penyangkalan merupakan sebuah tindakan untuk menolak adanya stimulus di otak. Stimulus tersebut menyebabkan timbulnya rasa cemas dan rasa tidak aman. Jika seorang individu menyangkal fakta yang terjadi, maka dia akan menolak atau menyangkal adanya pengalaman yang tidak menyenangkan. Tindakan tersebut bermaksud untuk melindungi dirinya sendiri. Contohnya, seorang anak yang telah divonis dokter bahwa anak tersebut pengidap kanker lambung, ketika anak tersebut bertanya kepada orang tuanya, “sakit apa yang sedang dideritanya?”, orang tua anak tersebut menjawab bahwa “kamu hanya sakit perut biasa, sakitnya akan sembuh setelah minum obat.” Orang tuanya mencoba menyangkal fakta yang ada, tindakan menolak kenyataan orang tua tersebut agar tidak menimbulkan kecemasan. Intinya mereka lagi berbohong pada diri sendiri.

Baca Juga:  Trauma Bonding, Alasan Korban Bertahan dan Membenarkan Pelaku Kekerasan

Pada satu titik, semua orang bisa berada pada situasi yang denial atau penyangkalan. Dengan sudut pandang lain, denial adalah cara yang normal untuk melindungi ego. Dengan denial, kita dapat melalui beberapa situasi yang cukup sulit. Contohnya saat sedang berolahraga, kita mungkin akan begitu saja menerima perasaan lelah di tubuh kita dan tidak ingin menyelesaikan sebuah latihan. Dimana dalam situasi itu sebaiknya kita mengabaikan fakta bahwa kita sudah kelelahan. Kalau kita tidak “denial” bahwa kita sudah lelah, kita akan berhenti berolahraga. Contoh lain misalnya disaat belajar sesuatu, jika kita kesulitan, kelelahan dan frustasi karena tidak kunjung bisa, dengan denial bahwa kita tidak mampu kita akan terus berusaha sampai kita berhasil. Darisitu kita akan terus mencoba dan belajar sampai akhirnya bisa. Jika kita tidak denial bahwa kita tidak mampu, praktis kita akan berhenti dan menyerah dengan begitu saja. Contoh tersebut yaitu situasi dimana denial itu konteksnya tepat dan dilakukan dalam dosis atau kadar yang tepat.

Ketika menyangkal realitas membuat kita terus terlibat dalam perilaku yang tidak sehat (misalnya kecanduan, secara impulsif mengambil risiko dsb ), atau ketika itu menyebabkan kelanjutan menjadi situasi yang berbahaya (misalnya hubungan yang penuh kekerasan, pekerjaan yang terlalu memforsir tubuh anda dsb) maka bisa dikatakan bahwa hal tersebut berbahaya atau tidak sehat untuk anda. Sayangnya, kebanyakan orang tidak bisa mengenali efek berbahaya dari penyangkalan sampai mereka sudah benar-benar tersudut dalam situasi yang buruk. Jika hal buruk yang sama terus terjadi kepada kita dan kita tidak bisa mencari tahu sebabnya, ada kemungkinan bahwa kita telah menyangkal kenyataan dalam beberapa cara.

Menurut model Kübler-Ross, ada lima tahap yang harus dilalui seseorang yang sedang terpenjara denialisme: 

  1. Tahap menyangkal. “Saya lagi baik-baik saja.”; “Hal ini tidak mungkin terjadi, bukan pada diri saya.” Penyangkalan biasanya merupakan tahap pertahanan sementara untuk diri sendiri. Penyangkalan biasanya akan digantikan dengan kesadaran yang mendalam terhadap fakta yang terjadi.
  2. Tahap marah. Tahap ini berlangsung ketika menemukan fakta-fakta tidak sejalan dengan keinginan dan keyakinannya. “Tidak adil bagi saya!”; “Bagaimana bisa hal ini terjadi pada saya?”; “Siapa yang harus saya salahkan?”. Pada tahap ini, pikiran yang jernih, kesadaran, dan akal sehat tidak bekerja saat menghadapi kenyataan yang terjadi. Orang tersebut hidup dalam bahaya dan sekaligus bisa membahayakan orang lain. Tahap ini bisa berlangsung sangat lama. 
  3. Tahap tawar-menawar. “Aku akan melakukan apapun asalkan ……..” Tahap ini melibatkan harapan supaya individu dapat sedemikian rupa menghambat atau menunda fakta-fakta yang terjadi. Tahap ini melibatkan pergumulan antara kenyataan, keinginan diri sendiri, dan pengorbanan untuk meraih kemenangan. 
  4. Tahap depresi. Setelah tahap tawar-menawar gagal, seorang individu akan masuk ke dalam tahap tekanan jiwa yang besar. “Saya sangat sedih, mengapa harus memperdulikan hal lain?”; “Orang saya cintai sudah pergi, mengapa harus melanjutkan hidup?” Tahap ini adalah tahap paling sulit untuk membebaskan diri dari denialisme. Pada tahapan keempat, si individu menolak untuk bertemu orang lain dan menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka. Proses ini memberikan kesempatan untuk memutus hubungan dengan sesuatu yang dicintai ataupun disayangi. 
  5. Penerimaan. Jika empat tahap diatas berhasil dilewati, lalu masuk ke tahap kelima. Orang tersebut akhirnya ihklas menerima fakta yang menyakitkan walaupun pahit dan berat. Walaupun pada kenyataannya tidak sejalan dengan semua keinginan dan harapannya. “Semuanya akan baik-baik saja, saya tidak dapat melawannya.”
Baca Juga:  Apa itu Barnum Effect, Penyebab Orang Percaya Ramalan, Benar atau Omong Kosong?

Cara Mengenali dan mengidentifikasi Denial

  • Memperhatikan tema negatif yang berulang

Tema berulang negatif yang terus terjadi, misalnya serangkaian hubungan yang berbahaya atau efek samping negatif yang terkait dengan perilaku adiktif adalah tanda yang kuat adanya Denial atau penyangkalan. Kemungkinannya adalah diantara kita menciptakan lingkungan yang kondusif untuk hasil negatif yang tidak kita inginkan atau menipu diri sendiri dengan berpikir bahwa kita memiliki kendali atas situasi yang sebenarnya kita benar-benar tidak berdaya untuk merubahnya. Jika anda mendapati tema, pola atau masalah dalam bentuk yang sama dan berulang dalam hidup anda, kemungkinannya adalah anda mungkin telah menyangkal kebenaran.

denial terhadap kenyataan tidak akan mengubah fakta
  • Jangan menyalahkan sekelompok orang

Jika anda mendapati diri anda mengatakan hal-hal seperti “semua orang di dunia ini tidak baik,” maka anda mungkin menyangkal peran anda dalam situasi kehidupan. Kenyataannya sangat tidak mungkin semua orang di dunia ini berkolusi melawan anda, sehingga anda mungkin telah melakukan sesuatu yang berkontribusi pada hasil negatif yang anda keluhkan. Perhatikan setiap kali anda menggunakan superlatif  ( misalnya ‘selalu’, ‘tidak pernah’, ‘setiap’, ‘tidak ada’ dsb ) untuk menggambarkan apa yang anda pikirkan dan menjadi penyebab dilema anda, karena mungkin semua itu adalah yang anda butuhkan untuk melakukan inventarisasi perilaku anda. Terlepas dari semua itu, satu benang merah dalam semua dilema anda adalah diri anda sendiri.

  • Berdiskusi dan berkonsultasi dengan orang yang mempunyai pemikiran berbeda
Baca Juga:  Konsep Taktik Bertahan Psikologi (Defense Tactic)

Usahakan ada orang yang mempunyai pemikiran sangat berbeda dengan anda di sekeliling anda. Orang-orang cenderung mengelilingi diri dengan orang-orang berpikiran sama, jadi jika anda menyangkal sesuatu, teman-teman anda mungkin hanya memperkuat penyangkalan anda. Karena mereka melihat hal-hal dengan cara yang sama dengan yang anda lakukan. Memiliki orang yang menentang pendapat dan asumsi anda, dapat membuat perbedaan untuk belajar apa saja pertanyaan yang harus anda tanyakan pada diri sendiri tentang situasi tertentu. Karena orang yang berbeda pendapat dengan anda akan mempertanyakan mengapa anda merasa seperti yang anda lakukan. Dengan melakukan ini akan mengkondisikan kita untuk mau melihat segala sesuatu dengan seperti adanya. Dan menempatkan orang yang berbeda pendapat itu tetap ada di dekat kita, itu juga bisa memberikan keseimbangan untuk sudut pandang kita supaya kita bisa tetap berada pada jalur.

Ingat bahwa Denial atau penyangkalan adalah normal dan kita semua terlibat di dalamnya. Hanya kadar dan konteksnya yang mungkin berbeda. Jika kita terus menemukan diri kita dalam situasi negatif yang sama dan tidak mengerti sebabnya, maka kita mungkin berada dalam perilaku penyangkalan tentang sesuatu. Carilah indikasi-indikasi penyangkalan itu dan pertanyakan persepsi anda. Mudah-mudahan darisitu anda akan bisa mematahkan siklus negatif dari efek penyangkalan anda.

Sumber:

https://www.ekrfoundation.org/

Ogden, Sofia, K.; Biebers, Ashley D., ed. (2011). Psychology of Denial (edisi ke-1st).

Davidhizar, R.; Poole, V.; Giger, J.N.; Henderson, M. (June 1998). “When your patient uses denial”. The Journal of Practical Nursing48 (2): 10–4.