Saya berkesempatan melihat tarian ini di sebuah restoran di Kapadokya, Turki pada malam hari. Setelah tiba di Cappadocia (Kapadokya) karena hari sudah sore dan jadwal untuk naik balon udara hanya ada pada pagi hari maka saya memutuskan untuk makan malam sambil melihat Tarian Sufi. Makan malam sambil di hibur dengan sebuah tarian yang memiliki nilai seni yang begitu indah adalah suatu pengalaman yang tak terlupakan.

Tarian-sufi

Setiap tamu yang makan di restoran yang seperti gua batu ini, akan duduk di bilik-bilik ruangan seperti goa, dan di tengah-tengah terdapat bundaran tempat para penari beratraksi. Pengelolah sengaja membuat design restoran tersebut agar seluruh pengunjung dapat melihat seluruh atraksi tarian Sufi yang sangat terkenal ini.

Tarian Sufi/Tarian Sema/Tarian Berputar (Whirling Dervishes) adalah bentuk tarian berputar putar yang dilakukan dalam keadaan “trance”. Tarian ini dilakukan oleh para sufi, berjubah putih melebar dibagian bawah dan akan mengembang selingkaran penuh (seperti rok) pada saat penari berputar putar, dan tarian ini dipercaya oleh aliran Sufi sendiri adalah bentuk dzikir. Tari Sufi yang dipahami oleh masyarakat Turki sebenarnya bukanlah sebuah tarian apalagi untuk bertujuan untuk menghibur wisatawan, melainkan sebuah ritual keagamaan atau gerakan meditasi yang bermaksud meninggalkan hawa nafsu atau keinginan terhadap kehidupan dunia dan hanya memusatkan pikirannya kepada pencipta semata dengan cara memutarkan tubuhnya dalam lingkaran yang sama sambil mendengarkan iringan musik.

Ketika guru spiritual Maulana Jalaluddin Rumi yang bernama Syamsuddin Tabriz, meninggal dunia, Rumi mengekspresikan kesedihan itu dengan tarian sema tersebut. Ketika gurunya meninggal, Rumi sadar bahwa manusia itu fana. Dari tarian itu, Rumi menemukan tujuan hidup yang hakiki, yaitu mencari Tuhan. Sejak itulah dia mulai berputar, bahkan bisa selama tiga hari tiga malam.  Saat berputar, Rumi menanggalkan semua emosinya serta  semua rasa duniawi. Hanya satu yang dirasakannya, yaitu kerinduan dan kecintaan yang sangat besar pada Sang Pencipta. Tarian ini memerlukan fisik yang kuat, karena bisa berputar-putar sampai ber jam-jam. Kalau kita berputar-putar seperti itu beberapa menit saja, mungkin kepala sudah pusing, bahkan bisa menimbulkan mual-mual dan mau muntah. Salut kepada mereka yang bisa melakukan tari tersebut.

Baca Juga:  Kota Bawah Tanah Derinkuyu di Turki yang melegenda

Karena tarian ini tergolong upacara keagamaan menurut aliran Mevlevi yang berbasis di Konya (ibukota pada masa kejayaan Kesultanan Anatolia Selcuk), banyak pengikut tetapi banyak juga penentang, bahkan pernah ada suatu periode mereka dilarang melakukan ritual tersebut sehingga mereka harus bersembunyi ke pelosok pelosok dan menyebar untuk dapat meneruskannya.  Pada awalnya tarian ini tercipta kala Jalal ad-Din Muhammad Balkhi-Rumi , seorang Persia penganut Mevlevi, penyair dan filsuf agama pada abad 13, sedang berjalan melewati daerah penempaan emas.  Suara denting logam yang terdengar  itu diyakini membentuk lafal dzikir ‘tiada Tuhan selain Allah’, saat itu sang Rumi tergerak untuk merentangkan kedua tangannya dan berputar putar, diliputi rasa damai dan bahagia.

Semua gerakan, arah putaran, formasi dan kostumnya sarat dengan symbol symbol  religi. Seperti gerakan berputar melawan arah jarum jam dalam tarian sufi yang dipercaya memiliki arti bahwa pada dasarnya segala hal berputar. Segala yang ada memiliki kondisi dasar berputar dalam kepercayaan tersebut, tidak ada beda atau satu makhluk pun yang tidak berputar. Dipercaya juga bahwa semua putaran yang terjadi bergerak melawan arah jarum jam. Dalam kepercayaan sufi juga dipercaya bahwa putaran juga sama terjadi pada kehidupan manusia. Manusia berawal dari tidak ada, kemudaian menjadi ada, dan pada akhirnya kembali tiada. Juga semua makhluk dan benda yang ada mengalami perputaran kehidupan yang sama. Tetapi dari perputaran tersebut tidak ada satu pun yang melenceng dari porosnya. Semua yang berputar terus mengikuti aturan yang ada dan bergerak pada satu poros yang telah diciptakan oleh Tuhan.

Baca Juga:  Puing-Puing Kota Tua Ephesus Di Turki Yang Sangat Megah

Pada awal tarian akan diawali dengan para sufi yang mengenakan jubah hitam dan akan melepasnya sesaat tarian berlangsung sehingga terlihat jubah putih yang menandakan kebenaran (kesucian) sudah terlahir mengalahkan kegelapan. Kemudian mereka membungkuk dengan menyilangkan kedua tangan didada, merupakan ungkapan akan kebesaran Tuhan. Setelah itu penari akan berputar lembut berlawanan dengan arah jarum jam,berporos pada kaki kiri, tangan terentang dengan telapak tangan kanan menghadap kelangit, menandakan kesiapan menerima kebaikan Tuhan, dan tangan kiri mengarah ke bumi. Mereka akan berjalan dengan berputar-putar membentuk lingkaran mengelilingi seorang yang hanya berputar ditempat. Formasi ini terus dilakukan yang menggambarkan tata surya dimana penari diluar sebagai planet yang berputar membentuk orbit mengelilingi matahari sebagai pusat. Secara umum gerakan ini diartikan sebagai penanda bahwa pencipta mencintai segenap tata surya beserta segala isinya, menurut kepercayaan Sufi putaran terus-menerus yang dilakukan dalam keadaan ‘trance’ itu akan menebarkan kebaikan pencipta untuk orang-orang disekitarnya termasuk penonton. Ya, penari melakukan itu dengan pikiran terfokus penuh kepada pencipta dan pada music yang mengiringi. Dengan memakai topi bulu onta yang melambangkan batu nisan, pada saat menari mereka mengubur segala emosi dan nafsu kejahatan dihati, sehingga yang tinggal adalah kebersihan hati dan pikiran.  Tarian ini harus dilakukan dibawah pengawasan pemuka agama yang menempati sudut khusus, dimana pada saat penari melewati pemimpin, mereka memberikan salam hormat. Musik pengiringnya hanya ketukan gendang, kicrik kicrik, denting bel dalam ritme monoton, sesekali disisipkan syair yang dilagukan sayup sayup, sehingga menghantar penari ke alam trance secara optimal.

Baca Juga:  Pengalaman Naik Balon Udara (Hot Air Balloon) Di Cappadocia, Turki

Lama tarian (ritual) ini memakan waktu sekitar 1 jam dan sepanjang itu penari dalam keadaan “trance” akan terus berputar pada porosnya sambil melingkari penari pusat, tanpa jeda atau pergantian penari. Tetapi aneh, gerakan yang monoton tersebut tidak terasa membosankan, bahkan saya seolah terhipnotis ikut merasakan damai yang ditebarkan bersama putaran putaran tubuh mereka. Suasana hening, syair mengalun sayup, desir putaran jubah seolah dekat ditelinga, sangat memukau. Mengambil foto pada saat tarian berlangsung memang diperbolehkan, tetapi tidak boleh memakai blitz. Walaupun dengan kondisi minim cahaya saya berusaha memebuat foto sebagai dokumentasi dan kenang-kenangan bahwa sudah pernah menyaksikan tarian yang sungguh indah ini.